Laman

Wednesday, June 26, 2013

Membuat bingkai tekstur kayu dengan photoshop


Jumpa lagi sobat, semoga kabarnya baik selalu,,,kali ini saya akan mencoba membuat gambar sederhana, yaitu bingkai atau mungkin lebih akrab kita menyebutnya frame, kali ini saya akan menggambarnya dengan bertekstur kayu yang akan saya buat dengan menggunakan photoshop, seperti ini hasil sudah jadinya :


Baiklah sekarang tidak usah banyak basa - basi lagi kita mulai saja menggambarnya dengan membuat file baru menggunakan Cntrl +N pada photoshop kita, dan silahkan atur ukurannya sesuai kebutuhan sobat.

setelah itu kita bisa menghidupkan layer dokument kita yang terkunci yaitu dengan cara mengklik dua kali gambar kunci yang ada pada layer di palet layer lalu klik Ok pada menu yang muncul, atau bisa juga dengan meng copy layer sehingga kita mempunyai layer baru yang tidak terkunci, di sini saya copy saja layernya dengan mengklik layer > New > layer via copy.

Seterusnya kita warnai, layer copy itu dengan menggunakan paint bucket tool tentunya setelah merubah set foreground kita dengan waarna yang kita inginkan, dan disini karena kita akan menggambar tekstur kayu tentunya saya kasih warna coklat.



Sekarang kita mulai menggambar bentuk bingkainya, pertama kita gunakan rectangular marque tool,di tengah lembar dokumen yang tadi kita buat dan sudah kita warnai, kemudian tekan tombol Delet, sehingga tengahnya terhapus.

Gambar bigkainya sudah mulai terlihat sobat, sekarang kita tinggal menjadikan gambar bingkai itu bertekstur kayu, disini kita bisa memanfaatkan filter pada photoshop kita dan yang akan kita gunakan kali ini adalah dengan meng klik Filter > Render > fibers, tapi sebelumnya kita harus merubah warna set foreground dan set background di tool box kita dengan warna coklat gelap dan coklat terang supaya gambar tekstur kayu kita lebih nampak, setelah muncul menu filter rendernya silahkan sobat coba -coba geser saja pengaturan nilai varience dan strength nya, klik -klik juga randommize nya dan lihat efeknya...setelah merasa sudah sesuai keinginan sobat baru klik OK, 



 kita telah berhasil membuat gambar tekstur kayunya, untuk selanjutnya kita buat dulu gambar kita menjadi tampak tiga dimensi, kita klik kanan dan gunakan blanding option, lalu pada menu blanding option kita klik tulisan Bevel and Emboss dan atur nilai size dan defth nya...sehingga gambar kita tidak terlihat datar



Sekarang kita buat contour pada gambar kita, dengan mengklik tulisan contour pada menu blanding option kita,



dan silahkan coba jajal semua pilihan contour yang ada dengan meng klik gambar segitiga hitam pada kotak kecil untuk memunculkan gambar pilihan contournya, dan tentunya tiap gambar memiliki efek yang berbeda pada gambar kita, kita bisa menyimpan file PSD kita ini, supaya nanti jika membutuhkannya kita tinggal menggunakannya tidak harus membuatnya lagi,  selanjutnya kita tinggal menggunakannya pada foto kita yang akan kita pakaikan bingkai, dengan cara mendragnya yaitu menahan klik kiri sambil menekan tombol cntrl pada key board kita dan menggesernya pada foto kita untuk mengngatur posisinya supaya pas gunakan move tool,,,setelah kira - kira pas gabungkan layer - layernya dengan Layers > Merge visible



Gambar bingkai bertekstur kayu yang kita buat pun sudah selesai, ini dia gambar dengan motif contour yang berbeda :




 

Atau bisa juga kita menggabungkankannya dengan teksture yang tersedia di menu blanding optios photoshop kita, kita tinggal mengklik tulisan tekstur dibawah tulisan contour tersebut dan memilih pilihan teksture yang kita sukai, seperti ini salah satu contohnya :


Cukup sampai di sini dulu ya sobat, tutorial sederhana saya kali ini,,,,SALAM

Sunday, June 16, 2013

Dongeng : KISAH TABIB PENGEMBARA (Bagian 2 )


Rupanya Mentari sudah mulai agak bersahabat, sinarnya agak sedikit meredup tidak terlalu terik seperti sebelumnya. Dijalanan kampung yang sedikit terjal dan pinggir -pinggirnya banyak ditumbuhi rumput -rumput liar itu, mereka berdua berjalan dengan santai, sesekali terdengar  suara tawa diantara obrolan mereka.

" Maaf tuan, Tuan begitu hebat dalam ilmu mengobati pengobatan, pastilah saat tuan masih muda, tuan berguru pada seorang tabib yang hebat dan terkenal seperti tuan sekarang, kalau boleh saya tahu siapa nama atau julukan guru tuana tersebut?,...." tanya si pelayan pada si Tabib.

Mendengar pertanyaan si pelayan, Si Tabib  hanya tersenyum dan berkata pada si pelayan " Tidak, aku tidak pernah belajar cara mengobati atau berguru pada siapapun" jawab si Tabib enteng

Si pelayan mengernyitkan keningnya karena tidak begitu paham dengan jawaban si tabib, ia pun bertanya kembali " Apa maksud tuan dengan tidak pernah belajar,..."


******


Si tabibpun mulai menceritakan kisah hidupnya, dan bagaimana awal mula dia bisa mengobati orang yang sakit,
"Masa mudaku, bisa di bilang merupakan lembaran paling suram dari catatan perjalanan hidupku, saat aku seusiamu aku sudah menjadi perampok yang sangat ditakuti di daerah asalku, mungkin karena kebengisanku, karena saat itu aku sama sekali tidak kenal dengan yang namanya rasa kasihan juga rasa takut, siapapun yang berani melawanku, maka nyawa mereka yang akan jadi taruhannya, tapi kemudian kejadian itu merubah jalan hidupku " si tabib menghentikan ceritanya sejenak untuk menghela napas panjang, seolah berusaha melepaskan beban dari bayangan masa lalu kehidupannya yang kelabu, setelah sejenak melirik ke arah si pelayan yang tampak penasaran, ia kembali meneruskan kisahnya
 " Pagi itu aku berniat pulang ketempat persembunyianku di sebuah Goa yang berada di tengah - tengah hutan, sehabis menjarah sebuah desa, karena aku merasa lelah setelah merampok dan berjalan hampir semalaman, sesampainya di tepi hutan aku putuskan untuk beristirahat dulu sebentar.

waktu itu aku sedang duduk beristirahat di atas sebuah batu, tiba - tiba aku mendengar suara yang tertawa, suaranya terdengan nyaring dan berulang sampai beberapa kali, tentu saja aku merasa marah dan dan tersinggung, karena aku pikir suara itu di tujukan untuk meledekku, tapi ketika aku melihat -lihat ke sekelilingku, ternyata tidak ada manusia di tempat itu kecuali aku, aku pun sesumbar menantang orang yang berani menertawakanku itu, berharap orang itu mau menampakan diri,

tapi benar benar di luar dugaanku, karena ternyata yang menertawakanku itu bukanlah manusia, melainkan hanya seekor burung kecil, burung itu terbang mendekat dan bertengger disalah satu ranting pohon yang tidak jauh dari tempat aku berdiri, dan tidak hanya itu, kekagetanku bertambah ketika ketika aku tahu kalau burung kecil yang memiliki warna bulu sangat indah itu juga bisa bicara layaknya manusia, dia bicara kepadaku dengan suara nyaringnya;
" Hai manusia,,,kenapa kau harus merasa tersinggung ketika aku menertawakanmu, bukankah kau memang pangtas untuk di terwakan? "

Waktu itu, dengan berang aku aku bertanya pada burung kecil itu "Apa maksudmu burung sialan, apa kau ingin aku bunuh!?...."

Burung kecil itupun kembali bicara, menimpali kata - kataku, dari suaranya yang lantang aku tidak merasakan ada rasa takut sedikitpun pada burung itu, meskipun aku mengancamnya " Hai manusia, Aku diciptakan hanya sebagai burung kecil, tapi aku masih bisa memberi manfaat pada makhluk lainnya, setidaknya aku masih bisa membuat manusia merasa senang ketika mendengar kicauan merduku saat pagi hari, tapi lihat dirimu apa manfaatmu untuk yang lain, yang kamu lakukan selama ini hanya membawa kerugian dan kesengsaraan bagi manusia lainnya"  kata burung itu sambil terbang meninggalkanku dan hilang diantara rimbunnya dedaunan.


Setelah kejadian aneh itu, entah kenapa hatiku tidak pernah bisa tenang, aku selalu merasa gelisah, ucapan burung kecil itu seperti terus menghantuiku dan terus mengiang di telingaku,

Sejak saat itu, aku putuskan untuk berhenti merampok, semua harta hasil rampokanku yang aku kumpulkan di Goa tempat persembunyianku, aku bagi - bagikan pada orang - orang miskin di kampung - kampung yang pernah aku rampok, sampai habis tidak tersisa sedikitpun, tapi hatiku tetap saja diselimuti keresahan dan kegelisahan,

hampir dua tahun aku tidak keluar dari hutan itu, aku hanya memakan apa saja yang tersedia didalam hutan itu, siang malam yang aku lakukan hanya memohon, berharaf yang maha kuasa masih mau memaafkan kesalahku yang menggunung, dan aku berharaf yang maha kuasa masih berkenan, menjadikanku orang yang biasa memberi banyak manfaat pada makhluk lain dalam sisa umurku.

Sampai pada suatu hari, aku sedang mencari buah - buahan untuk persediaan makananku, tanpa sengaja aku terpeleset dan jatuh dari tebing yang sangat tinggi, aku tidak tahu entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, yang aku ingat, ketika aku tersadar, kakiku terasa sangat sakit dan tidak bisa di gerakan, mungkin tulang- tulangnya patah, saat itu yang ada dalam benaku, itulah saat dimana aku akan segera sampai pada ajalku, aku tahu persis, di hutan itu tidak ada manusia lain selain diriku, jadi tidak mungkin ada yang bisa menolongku. tapi tiba - tiba aku mencium aroma harum yang semerbak, ternyata berasal dari bagian kakiku yang terluka, karena terdorong rasa penasaran, aku coba untuk memegang kakiku, dan sungguh ajaib ketika tanganku menyentuh kakiku, rasa sakitnya tiba - tiba hilang dan kakiku sembuh seperti sedia kala.

Sejak saat itu, setiap ada binatang yang sedang sakit atau terluka disekelilingku, hidungku akan mencium aroma wangi yang semerbak dan aku bisa menyembuhkannya hanya dengan menyentuhnya dengan tanganku, tapi jika di sekelilingku ada benda atau apapun yang di dapatkan dengan cara yang tidak baik maka hidungku akan mencium bau busuk yang menyengat.

Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari hutan itu dan mengembara, agar aku bisa mengobati banyak orang dan memberi manfaat pada mahluk lain, seperti keinginanku" 

Si tabib mengakhiri ceritanya sambil tersenyum pada si pelayan yang tampak kagum mendengar kisah perjalanan hidupnya, si pelayan pun berkata " ternyata kisah hidup tuan benar - benar hebat, dan setelah menyimak cerita  tuan, dan semua rasa penasaran saya sekarang terjawab sudah, kenapa tuan tidak mau memakan jamuan dan tinggal berlama -lama dirumah majikan saya  pasti karena tuan mencium bau busuk dan tuan merasa tidak nyaman, karena memang majikan saya itu, mengumpulkan harta kekayaannya, dengan cara menjadi Lintah darat dan menindas orang - orang yang memang sudah susah, tapi kalau tuan tahu kalau majikan saya bukan orang baik, kenapa tuan masih mau menolong majikan saya dengan cara mengobatinya hingga sembuh?,...." tanya si pelayan pada si tabib.

" Siapapun dia, tidak peduli teman atau musuh kita, orang yang kita suka atau tidak kita suka, orang yang menyukai kita atau yang membenci kita, jika membutuhkan pertolongan kita dan kita mampu untuk memberi pertolongan, sudah jadi kewajiban kita untuk menolongnya, karena apapun yang kita miliki hanyalah titipan yang maha kuasa yang harus kita gunakan sebagaimana harusnya, soal dia orang baik atau bukan, itu tanggung jawab dirinya sendiri" Si tabib menjelaskan alasannya.

*****

tanpa terasa mereka sudah sampai di batas kampung, merekapun berpisah, si tabib kembali meneruskan perjalanan panjangnya, sedang si pelayan kembali kerumah majikannya dengan membawa segudang kekaguman pada laki -laki sederhana yang baru saja berpisah dengannya di batas kampung, ia juga merasa beruntung karena telah mengenal dan mendapat pelajaran berharga dari kisah hidup sang Tabib Pengembara.





                                                                                           ( SELESAI )




Saturday, June 15, 2013

Lembah jiwa

Dasar lembah ini,....
Terlalu curam, terlalu dalam
Terlalu gelap, terlalu pengap
Di dasar lembah ini,....
Angin tak lagi berbisik
Bayangan mundur menjauh

Aku terjebak,......
Di kedalaman lembah jiwa
Bersama detak jantung dan hembusan nafas
Hasrat, rasa, cipta
Membaur, pudar lalu sirna

Ketika kucoba jujur pada nurani
Damai mulai
membungkusku
Cahaya putih itu terasa begitu dekat
Bahkan tidak dapat kutemukan jarak

Thursday, June 13, 2013

Impian mungilku


Terima kasih,
Telah menamparku sekali lagi
Disaat semua mulai terlihat buram
Sedangkan aku tak ingin terpejam,
Dan kehilangan segalanya

Peduli apa dengan hingar
Setelah lelah,...
Aku jilati, sudut riuh sudut gaduh
Hampir saja,...
Getarnya meluluhkanku
Untung saja,....
Getarnya segera aku singkirkan

Tidak akan aku biarkan
Mentari terbangun lebih pagi
Disaat aku mencoba kembali,
Mencipta impian mungilku di langit
Tidak akan aku biarkan
Siang melenggang, menyentuh senja
Sebelum Impian mungilku luluh
Untuk kucumbu di pucuk waktu

Tuesday, June 11, 2013

Bilik Sepi

Aku harus segera kembali
Didalam bilik sepi,
Kesendirian sedang cemas menantiku
Aku tak ingin,
Ada kecewa di sinar matanya
karena hari - hariku
Telah lama jadi miliknya

Didalam bilik sepi,
Kesunyian cukup menghiburku
Didalam bilik sepi,
Dapat aku ungkapkan segalanya
Dalam bahasa diam


Friday, June 7, 2013

Carpon : ERA KU HAYAM


Cekés, cekés, cekés, saenggeus sabaraha kali di cekéskeun, kakara korék gas téh katinggali ngaluarkeun seuneu,  anu rada kakalicesan pédah katebak angin, bari rada ditungkup ku dampal leungeun kéncana, seuneu diantelkeun kana tungtung roko,   " pérépéééét" sora roko kaduruk, Kang Parta kuatka peureum beunta ngenyot roko kéréték anu napel dina biwirna, haseupna diselebengkeun kaluhur

"Sugan téh henteu kapasar  kang, pédah wé ti isuk euweuh nyimpang ka jongko " ceuk kuring bari gék gigireun kang parta anu keur diuk dina bangku kai, nu katinggalina geus hérang balas kumindeng aya anu ngadiukan.

"Enya jang, tadi rék nyimpang téh kagok ah keur mawa barang " témbal kang Parta, wangkongan kuring eureun heula kapegat ku biminah anu nyodorkeun cai kopi pesenan kuring.

"Eh jang bisi engké rék balik tiheula mah, jig wéh nya, akang mah aya perlu heula sakeudeung" ceuk kang Parta neruskeun obrolan,
"érék kamana kitu kang " tanya kuring panasaran, sabab tara -tara tisasari, biasana unggal poé ogé sok balik bareng, sok asa teu pati genah ari balik lempang sorangan teh sok sanajan imah ti pasar kaimah kuring téh henteu pati anggang da lamun lempang oge tara tepi ka meakeu waktu sapuluh menit,

"tah érék ka toko emas heula jang, ngajual ieu " ceuk kang parta, bari nembongkeun palastik letik menang ngodok tina sakuna, kusarérét oge kuring apal éta kongkorong emas, eusi palastik letik anu aya dina leungeun kang parta téh, anu salila ieu sok katinggali di paké ku ceu Sumarni pamajikan kang Parta,

" Naha perlu keur naon kang " Tanya kuring deui

" keur waragad si cikal asup SMA jang " walon kang Parta

" Naha, lain tiheula ceuk akang geus aya teundeunan keur ngasupkeun sakola si cikal mah kang, sabaraha kitu ayeuna waragadna kang " tanya kuring deui,

" Cenah mah jang, kudu nyadiakeun duit dua juta opat ratus, biaya ka jerona téh, anu matak jang pan temdeunan akang anu di ancokeun keur sakola si cikal téh kapake kamari basa nambaan mitoha tea, da panyakitmah maenya daekeun nepi ka nungguan duit kumpul heula atuh jang " ceu kang parta ngabéjeérbeaskeun, bari rada seuri mawur, kuring ukur mesem da puguh apal kumaha adat kang parta, anu lamun ngomong sakapeung sok sajeplakna, malah lamun pikeun anu kurang -kurangna apal kana pangadatanamah tangtu matak kasigeung, tapi kuringmah da apal kumaha adat kang parta, najan ngomongna sakapeung sok rajeun sajeplakna, tapi manéhna hadé haté jeung tara ijiran kabatur, sok sanajan pakasaban tetepna ukur kuli panggul di pasar, tapi manéhna, sajaba ti rapékan téh, oge sagala bisa, timimiti gawé kana bangunan tepi ka gawé disawah atawa kebon gé manéhnamah bisa, jelemana kaitung leuleus cangkéng pagawéan naon ogé salila masih kasebut halalmah  kumanéhna pasti dilakonan.

Malahan keur kuring jeung pamajikan mah ka kang Parta téh geus teu asa jeung jiga, geus asa ka lanceuk pituin, kanyaah jeung kabéla kang parta katut pamajikanna kakulawarga kuring karasa pisan, atuh jasana ogé henteu saeutik, inget baheula basa kuring mimiti ngumbara ka kota Bandung, nya kang parta pisan, anu mimiti wanoh jeng loma di pasar téh, malahan imah anu ayeuna kapimilik jeung dicicicngan kukuring ogé, mimitina menang pangnéangankeun kang parta, nya harita kaparengan aya tatangga kang parta anu ngontrakeun imahna.

Komo basa pamajikan kuring keur kakandungan, karasa pisan jasa kang Parta jeung pamajikana anu bela ka pamajikan kuring, dapuguh kuringmah harita bener - bener baluweng teu ngarti kudu kumaha jeung teu apal kudu tatahar naon wae pikeun ngabageakeun si utun inji dimana éngké lahir, ngan untungna aya kang parta jeung pamajikana anu getén, timiti pamajikan kuring reuneuh gede nepi ka brolna ngajuru,Puguh ngarana ogé jelema anu ngumbara didieu teh kuring jeng pamajikan henteu boga sanak baraya,


"Heueuh ari henteu di sakolakeun budak téh, asa era ku hayam" kadengé kang Parta nyarita siga nyarita ka sorangan,

"Naha kang, maké éra kuhayam sagala" kuring nyusul omongan kang Parta dapuguh teu ngarti

"Nya enya atuh jang, hayam ogé anu anakna réa, malah aya anu nepi ka welasan, tibang pang néangankeun keur eusi beuteungna mah gening bisaeun, maenya urang kasebutna manusa anu cenah lewih mulya pédah di béré kaleuwihan akal jeung fikiran, piraku euweuh lewihna, sugan ari ku bisa ngatik ngadidikmnah atuh aya onjoyna"

Kuring ukur nyeréngéh, asa kagugu ku omongan kang Parta anu sakapeungmah sok asa bener teuing, kuring ngodok tas leutik anu titadi ngadaplokdina cangkeng kuring, eusina ku kuring di kaluarkeun terus diasongkeung ka kang parta,

"paké wéh ieu kang" ceu kuring ka kang parta, bari ngasongkeun barang anu tadi di cokot tina jero tas, kang parta henteu ngasik narima, manéhna ngadon tumanya bari ngarérét kana amplop coklat anu ku kuring di asongkeun,

"naon éta jang" tanya kang parta, bari nyuruput deui cai kopina,

"duit tilu juta kang, sugan mahi, da kiwarimah ngasupkeun sakola teh gning sajaba ti waragad asupna téh loba ték - ték bengék séjénna anu kudu di beuli" tembal kuring ngajelaskeun

"Ah moal jang asupkeun deui wéh" cek kang parta bari gigideug

"Naha kang, ongkoh butuh, jaba éra ku hayam ongkoh" kuring tumanya bari satengah ngagonjak kang Parta

"Ah teu puguh itunganna" tembal kang Parta podok

"Itungana kumaha ari akang"  Kuring nyusul tepus ku pertanyaan

"Nya kudu puguh wé atuh , lamu nginjeumkeun kudu iraha paling elat ku akang kudu di tawurna, lamu maké bunga sabaraha persén bungana, tapi asanamah henteu meureun make bungamah nya jang, apan basa kamari mah manéh téh acan jadi rentenir, tapi teuing lamun tadi peuting kausap korod, dadak sakala jadi léntah darat mah" kang parta ngajelaskeun maksud omongana bari di tungtungan ku nga hé héh males ngagonjak kuring, kuring oge kabawakeun ngilu seuri ngadéngé caritaan kang parta, anu najan keur aya kabingung ogé, manéhna tara nembongkeun kasusahna kanu lian.

"naha ari akang, meni siga jeung deungeun - dengeun waé, komo akang mah,......" omongan kuring henteu kebat, kapegat ku caritaan kang Parta "Tuh kabiasaan manéh mah jang ari geus nyabit - nyabit anu geus kaliwat téh, barina ogé, sok hoream akang mah lamun boga hutang bari acan kaimpleng jalan keur mayarna téh, éra ku salakina jang"

Kuring nyéréngéh kakara inget, kang Parta mah paling henteu resepeun lamu kahadéan anu geus dilakukeun kumanéhna kabatur diungkit - ungkit deui, tapi sabalikna lamun manéhna nampa kahadéan ti batur, salilana ogé manéhnamah sok ingetteun,

"Salaki saha kang" kuring tumanya deui ka kang parta pedah omongan kang parta lebah tung -tungna asa teu kaharti jeung samasakali euweuh hubunganna

"Nya éra ku salaki hayam anu tadi téa, ngarana hutang mah ka saha - saha oge jang, angger we mayarna jadi kawajiban, matak sok asa teu genah akang mah, lamun boga hutang téh sok sieun elat mayarna komo lamun tepi ka henteu kabayarmah, éra ku Hayam jago tara pernah elat komo nepi ka kaberangan nohonan kawajibanna pikeun  kongkorongok unggal wanci janari" tembal kang Parta, asa henteu nyangka kang parta bakal mikir nepi ka lebah dinya.

"Nya kieu wéh atuh kang, ieu duit pan tadina ku kuring diancokeun keur muruhan dulah, lamung ké ngoméan dapur imah kuring, pédah pamajikan geus aya kana dua mingguna ngomong waé, pajarkeun téh sieun kaburu runtuh, pédah kai suhunanna geus barobo, sigana balas ka irisan ari hujan, kumaha lamun ieu duit pék paké ku akang, ngoméan dapur kuring keureuyeuh wéh ku akang lamun parengan akang keur nyalsé, nya itung - itung di borongkeun wé ku kuring ka akang, kumaha lamun kitu kang ?"
Kuring tumanya, ménta pamanggih kang Parta


"tah lamun kitu mah akang panuju, teu nanaon ieu duit ku akang di paké heula" ceuk kang Parta bari nepak kana tak - tak kuring, paromana ngadadak bérag, kawasna manéhna ngarasa bungah pédah manggih jalan pikeun kaluar tina pasualan, bari henteu kudu ngajual banda pamajikanna anu ngan éta -étana, leungeuna ngaragamang nyokot amplop coklat anu ti tadi kukuring ukur di galurkeun dina luhur méja hareupeun kang Parta.


saenggeus babayar ka bi Minah, kuring jeng kang parta terus mulangbari siga sasari, uplek ngobrol sajajalan, sakapeung bari di selang ku sempal kapiguyon, dina haté kuring aya rasa reueus boga baraya siga kang Parta jeung pamajikanna, ku aya maranéhanana, karasa asa reugreug, pédah asa boga batur keur pakukumaha, katambah kanyaah jeng kabéla maranehanna téh karasa pisan, matak hirup di pangumbaraan téh teu ieuh asa nunggelis.







Thursday, June 6, 2013

Wajah Cinta

Aku merasakan keajaiban
Ketika Malaikat itu menghampiri
Dan tersenyum untuku
Dia merengkuh dan mendekap sepiku
Aku merasa,....
Takdir sedang bermurah hati
Membiarkan kehangatan,
Menjamah kebekuan hati
Mungkinkah ini Wajah Cinta,...

Tapi sudahlah,...
Kini dia,....
Telah kembali rentangkan sayapnya
Jika saja aku bisa
Pasti sudah kupejamkan mataku
Saat dia meninggi dan menjauh
Dan akupun,...
Terhukum karenanya

Sunday, June 2, 2013

Cerpen : HATI SELUAS SAMUDRA

Sudah sekitar sepuluh menit, ia berdiri di teras rumah yang tampak sepi, " Tidak,,,tidak, aku harus memberikan apa yang jadi hak mereka sekarang juga " kata laki -laki yang berpakaian rapih itu,seolah bicara pada dirinya sendiri, kemudian sambil membetulkan bagian belakang rambutnya yang kelimis, meski sebagian sudah tampak mulai memutih, ia melangkah mendekati pintu rumah, setelah menghela napas panjang untuk sekedar mencoba melepas beban yang terasa  menumpuk didadanya, tangannya terlihat digerakan untuk memijit bel yang menempel di samping pintu, bel pun ia tekan beberapa kali, sebelum kemudian ia kembali membalikan badannya dan duduk di salah satu kursi kecil disamping sebuah meja kayu yang terdapat di teras rumah itu, pandangannya terus menyapu kesekeliling pekarangan rumah, " Ternyata tidak banyak yang berubah " gumamnya perlahan, fikirannya seakan melayang kemasa yang sangat lampau.

Laki -laki itu tampak tersentak kaget, saat mendengar pintu rumah ada yang membuka, dan ia hendak bangkit dari duduknya ketika seorang perempuan paruh baya keluar dari dari pintu rumah yang baru saja terbuka, tetapi ia tidak sempat, karena ketika melihat laki -laki itu, si perempuan menubruk laki -laki itu dan merangkulnya, ia pun menangis sejadi -jadinya sambil membenamkan wajahnya di pangkuan laki -laki itu.

" Maafkan saya mas Surya,...  maafkan saya mas Surya,..." Cuma kata -kata itu yang berkali -kali keluar dari bibir perempuan itu, disela -sela tangisannya, sedangkan tangan laki -laki yang ternyata bernama Surya itu dengan perlahan membelai rambut perempuan, yang sedang menangis tersedu di atas pangkuannya,

" Sudah, Sudahlah Nilam, semua itu sudah lama berlalu, sebaiknya lupakan saja, sudahlah " Kata pak surya mencoba melerai tangisan perempuan yang ternyata memiliki nama Nilam.

" Tidak mas, kesalahan saya pada mas Surya terlalu besar, saya sudah menghianati mas Surya yang sudah melakukan segalanya untuk saya demi si berengsek Marwan, dosa saya terlalu besar mas, kalau mas sekarang mau menghukum saya, saya akan menerimanya, untuk menebus semua kesalahan saya pada mas Surya" kata ibu Nilam dengan suara terbata -bata, sambil tetap membenamkan wajahnya meskipun tangisannya sudah mulai mereda.

" Tidak, Nilam,..Waktu itu aku memang marah, tapi aku tidak sampai membencimu, dan dari dulu juga aku sudah memaafkanmu, lagi pula, sekarang tuhan sedah menggantinya dengan memberiku sebuah keluarga baru, dan aku cukup merasa bahagia dengan keluargaku yang sekang, peristiwa itu terjadi sudah hampir dua puluh tahun yang lalu, sudah sangat lama, jadi sebaiknya kita lupakan" Jawab pak surya, sambil berusaha mendudukan Ibu Nilam di atas kursi yang ada di sampingnya.

" Sekitar seminggu yang lalu, tanpa sengaja, aku bertemu Darman, ia bercerita banyak tentang kamu dan juga putrimu, jadi sekarang aku sengaja menemuimu, untuk sekedar memastikan keadaan kalian baik - baik saja "Pak surya menjelaskan alasan kenapa ia datang menemui ibu Nilam

" Iya mas, waktu itu,, setelah tidak ada lagi yang bisa Marwan habiskan di meja judi, ia pun mencampakan kami dan menghilang entah kemana, dan di masa - masa sulit itu, Darman lah yang selalu membantu kami, katanya hitung -hitung mambalas semua kebaikan mas Surya, waktu dia masih jadi pegawai kita, semua harta yang mas tinggalkan semuanya benar - benar habis, hanya rumah ini lah satu - satu yang tersisa, untunglah dengan semua bekal ilmu yang mas ajarkan kepada saya, saya mampu untuk bangkit kembali, meski dengan susah payah " Ibu Nilam menceritakan semuanya dengan wajah tetap tertunduk, sepertinya ia tidak sanggup untuk menatap wajah laki - laki yang pernah dihianatinya.

 *****

Mungkin karena terlalu larut dalam suasana haru diantara mereka, sehingga mereka tidak menyadari kedaan sekeliling mereka, tidak jauh dari tempat mereka berbincang, seorang gadis muda sedang berdiri dan memperhatikan mereka sejak tadi, mereka baru menyadarinya ketika gadis itu mengucap salam, sambil menjawab salam, Ibu Nilam bangkit dari duduknya kemudian meraih tangan gadis itu dan berkata pak Surya,

" Mas, kenalin ini anak saya Hurin " "Rin, ini om surya, yang sering mamah ceritain itu"

Gadis yang memiliki paras manis dengan rambut panjang terurai, yang bernama Hurin itu pun manggut pada pak surya, lalu mejabat dan mencium tangan pak Surya

" Rin, mamah mau kedalam dulu ngambil minuman buat om Surya sama kamu, kamu temenin dulu om Surya ngobrol ya " Kata Ibu Nilam, sambil terus masuk kedalam rumah untuk menyiapkan minuman, tanpa menunggu jawaban dari anaknya, Hurin pun kemudian duduk di kursi yang tadi diduduki ibunya.

" Kuliahnya semester berapa Rin " pak surya membuka obrolan.

" Sudah semester akhir Om " jawab hurin sambil tersenyum pada pak Surya

" Oh, sudah mau selesai ya, syukur deh " kata pak surya lagi

" eh iya om,, saya senang bisa bertemu dengan om, selama ini mamah bercerita banyak tentang om, saya juga sering melihat mamah menangis kalau lagi sendirian, mungkin mamah sangat menyesali kesalahannya pada om " kata Hurin pada pak Surya.

" Sudahlah Rin,  setiap orang juga kan punya jalan takdir masing - masing, itu kan cuma cerita di masa lalu, sebaiknya kita lupain semuanya. Eh iya Rin, sebenarnya maksud om menemui kamu dan ibu kamu selain mau memastikan keadaan kaalian baik -baik saja, om juga mau memberikan ini sama kamu dan ibumu "

kata pak Surya , sambil merogoh tas kulit warna coklat yang dari tadi ia taruh di bawah kursi yang ia duduki, dari tas itu ia mengeluarkan sebuah map lalu disodorkannya pada Hurin.

"Apa ini om" tanya Hurin, sambil membuka map yang di berikan Pak Surya, yang sekarang sudah berada di tangannya.

"Itu, surat - surat tanah di beberapa tempat, dulu om beli waktu masih menikah dengan ibumu, tadinya,,, ya sekedar buat investasi saja " pak surya menjelaskan

"Kenapa di berikan sama saya dan ibu Om" Hurin tampak tidak paham dengan maksud Pak Surya

"waktu itu om membelikan atas nama ibumu, karena waktu itu om memang berniat membelikannya buat ibumu, tapi peristiwa itu keburu terjadi, dan om pergi tanpa sempat memberikannya, jadi tanah -tanah itu memang hak kalian, dan om minta maaf, karena baru sekarang om bisa memberikannya".

" Tapi om,...." Cuma itu kata yang keluar dari mulut Hurin, karena Pak Surya segera memotongnya

" Sudah, sudah, lebih baik sekarang kamu gunakan semuanya dengan baik, untuk menambah modal usaha ibu kamu, atau buat apa sajalah, yang penting bisa bermanfaat buat masa depan kamu dan ibumu, tapi kalau boleh om mau minta kamu berjanji beberapa hal sama om "

"Berjanji apa om" Hurin tampak sangat penasaran

"Pertama om minta, kamu mau berjanji untuk selalu menjaga ibumu sebaik mungkin, karena sekarang kamulah  satu - satunya yang ia miliki,
Kedua, ibumu telah bersusah payah dan banyak berkorban untuk membesarkan dan mendidik kamu seorang diri, jadi om minta kamu berjanji akan  berbuat sebaik mungkin untuk membuat ibumu merasa bangga dan merasa semua pengorbanannya selama ini tidaklah sia - sia,
Dan yang terakhir, mungkin ayahmu pernah memperlakukan kamu dan ibumu dengan sangat tidak baik, om bisa maklum kalau kamu membenci kelakuan ayahmu itu, tapi om minta, kamu berjanji untuk tidak membenci ayahmu, karena bagai manapun juga, dia itu tetap ayahmu, dia juga  laki -laki yang pernah menikah dengan ibumu dan juga teman baik om,  jika suatu hari nanti, dia datang untuk meminta maaf, dan bersungguh -sungguh menyesali perbuatannya, om harap kamu mau berusaha untuk memaafkannya" pinta pak Surya pada Hurin

"Iya terima kasih om, saya berjanji  dan akan melakukannya sebaik mungkin" jawab Hurin sambil menganggukan kepalanya

Pak Surya pun tersenyum senang, tangannya menepuk pundak Hurin perlahan sambil berkata "Kamu memang anak yang baik, om bangga sama kamu"


Setelah merasa semua keperluannya sudah selesai, Pak Surya pamitan pada Ibu Nilam dan juga Hurin, ia pun pergi meninggalkan mereka dengan membawa hati lega, ia merasa semua beban yang selama bertahun -tahun mengendap dalam hati dan fikirannya,  kini benar -benar buyar dan hilang seperti terbang terbawa angin,
Sementara kedua perempuan ibu dan anak itu, keduanya masih terlihat  berdiri di teras rumah mereka, pandangan mereka mengantar kepergian laki - laki yang menurut mereka memiliki Hati seluas samudra