Showing posts with label Cerita hati. Show all posts
Showing posts with label Cerita hati. Show all posts

Thursday, August 1, 2013

Cerpen : JANJI TERAKHIR

"Apa mungkin ini firasat kurang baik " Seolah aku bertanya pada diriku sendiri, entah apa yang jadi penyebabnya, sejak pagi tadi, perasaanku rasanya tidak karuan, sudah kucoba untuk mengabaikannya, tapi tetap saja, perasaan gelisah itu tidah mau beranjak dari hatiku.

Bahkan saat tadi di tempat kerja , aku benar - benar tidak bisa menfokuskan fikiranku pada pekerjaan, untunglah, mbak Dewi ( kepala kasir, sekaligus orang yang bertanggung jawab di Toko swalayan tempat aku bekerja ), memberiku izin untuk pulang lebih awal,

" Iya gak apa -apa, kamu pulang aja Rin,...Wajah kamu kelihatan pucat, sebaiknya kamu segera periksa ke Dokter, takutnya kenapa - napa "  Jawaban perempuan berpostur tubuh agak pendek, yang memiliki kulit putih mulus itu, ketika aku memohon izin pulang.

"Apa perlu ada yang mengantar Rin,?" Tambahnya lagi, menawarkan niat baik.

"Oh gak usah mbak,..Saya cuma merasa aga pusing aja ko!", jawabku
Ia hanya tersenyum sambil menganggukan kepala, tanda mengerti.


*******

Baru saja kurebahkan tubauhku di kursi yang ada di ruang tamu, tiba - tiba pintu depan terdengar ada yang mengetuk dari luar beberapa kali, diikuti suara ucapan salam, kupaksakan tubuh lunglaiku untuk bangkit, setengah kuseret kedua kakiku untuk melangkah ke arah pintu.ternyata, seorang laki - laki berbadan tegap, berambut pendek, dengan setelan jaket kulit warna hitam dan celana Blue jeans, sedang berdiri menunggu, ia manggut  kepadaku, ketika aku bukakan pintu, tapi detak jantungku tiba -tiba berdetak lebih kencang ketika aku melihat kepada laki -laki berambut cepak dan memakai seragam Polisi lengkap, yang berdiri di belakang  laki -laki tadi. wajar saja jika aku merasa kaget, karena seumur hidup mungkin baru kali ini ada polisi yang bertamu kerumahku, "ada keperluan apa gerangan " kataku dalam hati

"selamat siang Bu,....!!" sapa laki - yang masih berdiri di depanku, seperti sengaja menyadarkan aku yang hanya mematung karena terkesima.

" Oh se, selamat siang juga pak,...silahkan masuk pak " akhirnya akupun tersadar, dan mempersilahkan kedua tamuku itu masuk, setelah kami bertiga duduk diruang tamu, laki -laki yang memakai jaket memulai membuka pembmbicaraan tanpa menunggu aku bertanya maksud kedatangan mereka,

" sebelumnya saya minta maaf jika kedatangan kami membuat ibu merasa kaget, saya Joko dan ini teman saya bambang, kami dari kepolisian " kata tamuku itu memperkenalkan diri, akupun menanggapinya hanya dengan menganggukan kepala sambil kupaksakan untuk melontarkan senyuman, mekipun sebenarnya hatiku masih tidak karuan karena rasa kaget becampur aduk dengan rasa penasaran.

"Begini,  ibu maksud kedatangan kami kesini karena kami menerima pengaduan dari seseorang, dan alamatnya kalau kalau tidak salah sesuai dengan alamat ini, apa benar ini alamat ibu, kalau benar ibu ini siapanya pak Ilham,..dan sekarang pak Ilhamnya berada dimana,..."  Duuk,...rasanya seperti ada yang menumbuk pada ulu hatiku, ketika anggota polisi dihadapanku mencecarku dengan berbagai pertanyaan seolah sedang mengintrogasiku, terlebih ketika nama suyamiku mereka sebut,

Aku tidak segera menjawab pertanyaan tamuku itu, dengan tangan gemetar karena tidak sanggup lagi menyembunyikan perasaanku, aku mengambil selembar kertas putih ukuran A4 yang di sodrkan anggota polisi yang baru saja mengintrogasiku, aku lihat dan aku baca tulisan di kertas itu, isinya nama suamiku berikut alamat lengkap rumahku, juga ana nama perusahaan tempat suamiku bekerja selama ini di sertai alamat lengkapnya,

kucoba untuk menguasai diriku sebisaku, dengan menarik nafas panjang beberapa kali, kemudian aku coba untuk memberi jawaban semua pertanyaan mereka
" Iya pak,,,betul sekali ini alamat saya, sesuai dengan yang tertulis di sini, saya Rina, isterinya mas Ilham, tapi kalau bapak menanyakan keberadaan suami saya sekarang, setahu saya suami saya masih belum pulang, karena dia bekerja di luar kota, dan biasany setiap sebulan sekali dia suka pulang tapi sudah tiga bulan terakhir ini, dia belum pulang terakhir dia menghubungi saya sekitar tiga minggu yang lalu, di telponnya dia bilang belum bisa pulang karena masih sibuk dengan pekerjaannya,  dan alamat yang di bawah ini adalah nama perusahaan tempat suami saya bekerja dan alamat lengkapnya " Aku membeberkan semua yang aku tahu tentang keberadaan suamiku  pada kedua tamuku, mendengar semua penjelasanku mereka berdua mengangguk tanda mengerti.

"Memang sebenarnya ada masalah apa ya pak dengan suami saya? "  pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirku, mungkin karena rasa penasaran yang sudah menggunung dalam dadaku dan hampir tidak sanggup untuk aku pendam lagi.

" Begini bu,...Berdasarka pengaduan dari pihak perusahaan tempat suami ibu bekerja, katanya selama setahun terakhir ini suami ibu sudah menggelapkan uang perusahaan sekitar Rp 75 000 000, dan sudah sekitar tiga bulan suami ibu meninggalkan perusahaan tempat dia bekerja "

Mendengar penjelasan anggota polisi tersebut, pandanganku tiba -tiba berubah gelap, tubuhku terasa lemas seperti semua tulang -tulangku rasanya seperti copot dari persendiannya, hatiku benar -benar remuk, aku tidak punya tenaga lagi meski sekedar untuk menegakan kepalaku, sedangkan kedua kedua tamuku itu, untuk beberapa saan hanya diam, sambil memandangku dengan tatapan iba.

Setelah mereka melihatku mulai bisa menguasai diriku sendiri, merekapun pamitan " Sekali lagi kami minta maaf, mungkin untuk saat ini cuma itu, informasi yang kami butuh kan dari ibu, kami mohon pamit tapi kalau nanti ada informasi lain perihal suami ibu, kami harap ibu bersedia menghubungi kami " Kata laki -laki yang memakai seragam polisi yang dari sejak datang hanya diam mendengarkan percakapan kami dengan kawannya, sambil mengasongkan selembar kartu nama, akupun menerima dan menaruhnya di atas meja di depanku.

Seusai mengantarkan kedua laki -laki yang mencari tahu keberadaan suamiku itu, sampai depan rumah ku hempaskan kembali tubuhkudi atas kursi, air bening itu terus meleleh dari sudut -sudut mataku, tidak sanggup aku hentikan, ada rasa sakit yang menyeyet -nyatat hatiku yang terasa sudah hancur berkeping -keping,
" mas Ilham kenapa mas tega berbuat seperti ini kepadaku, apa salahku, kurang apa aku yang selama ini selalu berusaha menerima dan selalu memaafkan setiap kesalahan yang kamu lakukan padaku " gumamku dalam batin, fikiranku melayang teringat kembali janji -janji manis pria tinggi berwajah tampan dengan rambut sedikit bergelombang, janji -janjinya begitu indah, bak keindahan warna warni pelangi yang membuat hatiku terlena dan menumbuhkan harapa -harapan tentang kebahagian yang aku idamkan dalam hidupku, sampai kemudian dia resmi jadi suamiku, perlahan aku mulai mengenal bagaimana sifat mas ilham yang sebenarnya, jaji hanyalah tinggal janji, semakin sering ia berjaji semakin sering juga aku harus menerima getirnya kekecewaan karena janji yang teringkari.

dua tahun sudah usia pernikahan kami, sekalipun aku tidak pernah mengeluhkan tentang suamiku, malahan aku berusaha sebisaku untuk menutupi setiap kesalahan suamiku kepadaku dari kedua orang tuaku karena bagaimanapun dia adalah suamiku, aku tidakj ingin ada orang yang memandang jelek kepadanya termasuk kedua orang tuaku, meskipun itu kenyataannya, tidah habis fikir, di pakai buat apa uang sebanyak itu oleh suamiku, bukankan dari pertama kali kami berumah tangga aku tidak pernah menuntut banyak pada suamiku, terutama urusan materi, aku hanya menerima apa yang ia beri, itupun tidak lebih dari setengah gaji suamiku, akupun tidak pernah merasa keberatan apalagi sampai mengeluhkannya, karena beban rumah tangga kami memeng belum terlalu berat, tidak perlu membayar biaya sewa rumah karena karena kami masih numpang di rumah kedua orang tuaku, sesuai keinginan mereka, alasannya biar ada teman karena ketiga kakak -kakakku sudah pada punya rumah sendiri, kami juga belum harus menanggung beban anak, karena memang sudah jadi kesepakatan kami sejak awal pernikahan kami, untuk tidak punya anak dulu sampai keadaan rumah tangga kami agak sedik mapan dan bisa mandiri, kalau kebetulan ada kebutuhan yang mendadak, aku tidak pernah meminta apalagi mengandalkan suamiku, sebagai jalan keluarnya, aku pinjam di tempat kerjaku, dan untuk membayarnya di potong dari gajiku tiap bulan, "apa mungkin benar, seperti desas - desus yang selama ini sampai ketelingaku tapi tidak pernah aku hiraukan, kalau selama ini suamiku suka main perempuan, atau bermain serong di belakangku dengan perempuan lain " perasangka -perasangka burukpun mulai bermunculan dan berkecamuk dalam fikiranku, tapi entahlah karena aku tidak menemukan jawabannya, yang aku temukan hanya rasa perih dihatiku dari luka yang terasa semakin dalam.

Ibuku muncul dari ruang tengah dan menghampiriku, beliau duduk di disampingku lalu meraih kepalaku untuk dirapatkan ke dadanya, sementara tangan kanannya mengelus - ngelus punggungku dengan lembut, dekapannnya terasa hangat, memberiku rasa nyaman, pada saat perasaanku sedang kacau, tuturnya lirih terasa sejuk di hatiku yang sedang gersang "Rin,,,,kamu sabar ya kamu harus tabah dan kuat menjalani semua cobaan ini, Tuhan itu maha penyayang ia sangat menyayangi setiap makhluknya, ia tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hambanya, ibu yakin kamu bisa, kamu mampu melewati semua ujian ini "kata -kata ibuku seperti sedikit memberiku kekuatan baru untuk menerima kenyataan pahit yang sedang aku terima, rupanya tadi diam -diam ia mendengarkan perbincanganku dengan kedua anggota polisi tadi dari ruang tengah.


 *******

Awan hitam menggelayut di langit senja, Sepertinya nanti malam hujan akan turun cukup deras, jalananpun tampak agak lengang, sudah sekitar duapuluh menit aku berdiri di trotoar jalan, tapi belum satupun angkutan kota yang lewat untuk aku stop, agar segera sampai di rumah dan bisa melepas semua kepenatanku.

tiba -tiba sebuah sepedah motor berhenti tepat di depanku, meski si pengendaranya hanya membuka kaca helemnya, aku tidak mungkin tidak mengenalinya, karena dia adalah laki -laki yang selama tiga minggu ini aku coba hubungi tapi usahaku sia -sia, nomor ponselnya selalu tidak aktif setiap kali aku mencoba menghubunginya, sudah aku coba pula bertanya pada semua teman -temannya yang aku tahu, tapi jawabannya selalu sama, mereka tidak tau keberadaan mas Ilham Suamiku itu. kini laki -laki itu tiba -tiba muncul begitu saja di hadapanku, sungguh membuatku kikuk, tidak tau harus bagaimana menghadapinya.

sepertinya mas Ilham tidak mau peduli dengan semua kebingunganku, " Rin,,,ayo naik aku mau bicara, tapi jangan disini " kata suamiku dengan nada datar, entah ini sebuah permohonan atau sebuah perintah, tidak sempat aku memikirkannya, ucapan suamiku itu seperti menghipnotisku sehingga aku pun menuruti keinginannya, Sepedah motor melaju tidak begitu kencang, kemudian belok dan berhenti di sebuah taman kota, lalu mas Ilham mengajaku untuk unduk di sebuah bangku taman di antara rimbunnya pepohonan.

Untuk beberapa saat tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami berdua,mas Ilham hanya memandangiku lekat -lekat dengan tatapannya yang berkaca -kaca, kedua tangannya menggenggam tanganku, sedang aku hanya menunduk tidak kuasa mengengkat wajahku, entah kenapa,, jadi ada rasa canggung pada suamiku itu, ketika sekali -kali aku mencuri -curi pandang, ada rasa iba terselip dalam perasaanku, karena melihat keadaan mas ilham suamiku, yang jauh berbeda jika di bandingkan dengan sekitar empat bulan yang lalu ketika terakhir aku melihatnya, sekarang agak kurus dan tampak tidak terurus, tidak terlihat lagi kemeja yang tersetrika rapi, yang selalu dia kenakan, yang ia kenakan sekarang hanya kaos oblong dilapisi jaket. tidak aku kulihat lagi rambutnya yang selalu rapi dan tampak kelimis, yang ada sekarang tampak kusut dan sudah agak panjang sehingga bagian pinggirnya sudah hampir menutupi telinga.

Dengan suara parau dan agak terbata -bata, suamiku bicara memecah kebisuan diatara kami " Rin,,,, ingin rasanya aku minta maaf, tapi aku rasa percuma saja, karena kesalahanku sudah terlalu banyak, sudah terlalu sering aku membuat kamu kesewa, sudah terlalu banyak janji -janji yang aku ingkari"

sejenak ia menghentikan kata -katanya seperti mencoba menguasai dirinya kembali supaya tidak terlalu terbawa perasaan, kurasakan genggaman tangannya semakin erat,  sedangkan aku tetap tidak bergeming dalam kebisuanku, dengan kepala tetap tertunduk, hanya air mataku yang menitik tidak henti, menghujani pangkuanku,

Terdengar kembali mas Ilham meneruskan kata -katanya " Aku sudah minta maaf dan bicara dengan bosku yang dulu, ia sudah mencabut tuntutannya dan bersedia menyelesaikan masalah kami dengan cara damai, asal aku besesdia mengganti semua uangnya dengan cara menyicilnya.

dan ini adala janji terakhir, segaligus permohonan terakhirku, aku berharaf kamu masih sudi memberiku kesempatan sekali lagi, dengan memberiku sedikit waktu untuk memperbaiki semua kesalahanku selama ini, dan berusaha menepati janji terakhirku, aku tidak meminta jawaban kamu, tapi suatu saat nanti aku pasti akan menemuimu kembali, dan kita bisa memulai lagi semuanya dari awal "

Setelah mengakhiri kata -katanya, aku merasakan suamiku mengendurkan genggaman tangannya, lalu melepaskannya perlahan, iapun kemudian bangkit lalu pergi meninggalkanku setelah menyampatkan diri mengecup keningku. aku hanya bisa menatap kepergiannya dengan segunung pertanyaan untuknya yang tidak sempat terungkapkan, akhirnya bayangannya hilang dari pandanganku, menyisakan hanya satu pertanyaan untuk diriku sendiri " Masih pantaskah, ia mendapat kesempatan untuk berusaha menepati janji terakhirnya?!! "






Sunday, June 16, 2013

Dongeng : KISAH TABIB PENGEMBARA (Bagian 2 )


Rupanya Mentari sudah mulai agak bersahabat, sinarnya agak sedikit meredup tidak terlalu terik seperti sebelumnya. Dijalanan kampung yang sedikit terjal dan pinggir -pinggirnya banyak ditumbuhi rumput -rumput liar itu, mereka berdua berjalan dengan santai, sesekali terdengar  suara tawa diantara obrolan mereka.

" Maaf tuan, Tuan begitu hebat dalam ilmu mengobati pengobatan, pastilah saat tuan masih muda, tuan berguru pada seorang tabib yang hebat dan terkenal seperti tuan sekarang, kalau boleh saya tahu siapa nama atau julukan guru tuana tersebut?,...." tanya si pelayan pada si Tabib.

Mendengar pertanyaan si pelayan, Si Tabib  hanya tersenyum dan berkata pada si pelayan " Tidak, aku tidak pernah belajar cara mengobati atau berguru pada siapapun" jawab si Tabib enteng

Si pelayan mengernyitkan keningnya karena tidak begitu paham dengan jawaban si tabib, ia pun bertanya kembali " Apa maksud tuan dengan tidak pernah belajar,..."


******


Si tabibpun mulai menceritakan kisah hidupnya, dan bagaimana awal mula dia bisa mengobati orang yang sakit,
"Masa mudaku, bisa di bilang merupakan lembaran paling suram dari catatan perjalanan hidupku, saat aku seusiamu aku sudah menjadi perampok yang sangat ditakuti di daerah asalku, mungkin karena kebengisanku, karena saat itu aku sama sekali tidak kenal dengan yang namanya rasa kasihan juga rasa takut, siapapun yang berani melawanku, maka nyawa mereka yang akan jadi taruhannya, tapi kemudian kejadian itu merubah jalan hidupku " si tabib menghentikan ceritanya sejenak untuk menghela napas panjang, seolah berusaha melepaskan beban dari bayangan masa lalu kehidupannya yang kelabu, setelah sejenak melirik ke arah si pelayan yang tampak penasaran, ia kembali meneruskan kisahnya
 " Pagi itu aku berniat pulang ketempat persembunyianku di sebuah Goa yang berada di tengah - tengah hutan, sehabis menjarah sebuah desa, karena aku merasa lelah setelah merampok dan berjalan hampir semalaman, sesampainya di tepi hutan aku putuskan untuk beristirahat dulu sebentar.

waktu itu aku sedang duduk beristirahat di atas sebuah batu, tiba - tiba aku mendengar suara yang tertawa, suaranya terdengan nyaring dan berulang sampai beberapa kali, tentu saja aku merasa marah dan dan tersinggung, karena aku pikir suara itu di tujukan untuk meledekku, tapi ketika aku melihat -lihat ke sekelilingku, ternyata tidak ada manusia di tempat itu kecuali aku, aku pun sesumbar menantang orang yang berani menertawakanku itu, berharap orang itu mau menampakan diri,

tapi benar benar di luar dugaanku, karena ternyata yang menertawakanku itu bukanlah manusia, melainkan hanya seekor burung kecil, burung itu terbang mendekat dan bertengger disalah satu ranting pohon yang tidak jauh dari tempat aku berdiri, dan tidak hanya itu, kekagetanku bertambah ketika ketika aku tahu kalau burung kecil yang memiliki warna bulu sangat indah itu juga bisa bicara layaknya manusia, dia bicara kepadaku dengan suara nyaringnya;
" Hai manusia,,,kenapa kau harus merasa tersinggung ketika aku menertawakanmu, bukankah kau memang pangtas untuk di terwakan? "

Waktu itu, dengan berang aku aku bertanya pada burung kecil itu "Apa maksudmu burung sialan, apa kau ingin aku bunuh!?...."

Burung kecil itupun kembali bicara, menimpali kata - kataku, dari suaranya yang lantang aku tidak merasakan ada rasa takut sedikitpun pada burung itu, meskipun aku mengancamnya " Hai manusia, Aku diciptakan hanya sebagai burung kecil, tapi aku masih bisa memberi manfaat pada makhluk lainnya, setidaknya aku masih bisa membuat manusia merasa senang ketika mendengar kicauan merduku saat pagi hari, tapi lihat dirimu apa manfaatmu untuk yang lain, yang kamu lakukan selama ini hanya membawa kerugian dan kesengsaraan bagi manusia lainnya"  kata burung itu sambil terbang meninggalkanku dan hilang diantara rimbunnya dedaunan.


Setelah kejadian aneh itu, entah kenapa hatiku tidak pernah bisa tenang, aku selalu merasa gelisah, ucapan burung kecil itu seperti terus menghantuiku dan terus mengiang di telingaku,

Sejak saat itu, aku putuskan untuk berhenti merampok, semua harta hasil rampokanku yang aku kumpulkan di Goa tempat persembunyianku, aku bagi - bagikan pada orang - orang miskin di kampung - kampung yang pernah aku rampok, sampai habis tidak tersisa sedikitpun, tapi hatiku tetap saja diselimuti keresahan dan kegelisahan,

hampir dua tahun aku tidak keluar dari hutan itu, aku hanya memakan apa saja yang tersedia didalam hutan itu, siang malam yang aku lakukan hanya memohon, berharaf yang maha kuasa masih mau memaafkan kesalahku yang menggunung, dan aku berharaf yang maha kuasa masih berkenan, menjadikanku orang yang biasa memberi banyak manfaat pada makhluk lain dalam sisa umurku.

Sampai pada suatu hari, aku sedang mencari buah - buahan untuk persediaan makananku, tanpa sengaja aku terpeleset dan jatuh dari tebing yang sangat tinggi, aku tidak tahu entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, yang aku ingat, ketika aku tersadar, kakiku terasa sangat sakit dan tidak bisa di gerakan, mungkin tulang- tulangnya patah, saat itu yang ada dalam benaku, itulah saat dimana aku akan segera sampai pada ajalku, aku tahu persis, di hutan itu tidak ada manusia lain selain diriku, jadi tidak mungkin ada yang bisa menolongku. tapi tiba - tiba aku mencium aroma harum yang semerbak, ternyata berasal dari bagian kakiku yang terluka, karena terdorong rasa penasaran, aku coba untuk memegang kakiku, dan sungguh ajaib ketika tanganku menyentuh kakiku, rasa sakitnya tiba - tiba hilang dan kakiku sembuh seperti sedia kala.

Sejak saat itu, setiap ada binatang yang sedang sakit atau terluka disekelilingku, hidungku akan mencium aroma wangi yang semerbak dan aku bisa menyembuhkannya hanya dengan menyentuhnya dengan tanganku, tapi jika di sekelilingku ada benda atau apapun yang di dapatkan dengan cara yang tidak baik maka hidungku akan mencium bau busuk yang menyengat.

Akhirnya aku putuskan untuk keluar dari hutan itu dan mengembara, agar aku bisa mengobati banyak orang dan memberi manfaat pada mahluk lain, seperti keinginanku" 

Si tabib mengakhiri ceritanya sambil tersenyum pada si pelayan yang tampak kagum mendengar kisah perjalanan hidupnya, si pelayan pun berkata " ternyata kisah hidup tuan benar - benar hebat, dan setelah menyimak cerita  tuan, dan semua rasa penasaran saya sekarang terjawab sudah, kenapa tuan tidak mau memakan jamuan dan tinggal berlama -lama dirumah majikan saya  pasti karena tuan mencium bau busuk dan tuan merasa tidak nyaman, karena memang majikan saya itu, mengumpulkan harta kekayaannya, dengan cara menjadi Lintah darat dan menindas orang - orang yang memang sudah susah, tapi kalau tuan tahu kalau majikan saya bukan orang baik, kenapa tuan masih mau menolong majikan saya dengan cara mengobatinya hingga sembuh?,...." tanya si pelayan pada si tabib.

" Siapapun dia, tidak peduli teman atau musuh kita, orang yang kita suka atau tidak kita suka, orang yang menyukai kita atau yang membenci kita, jika membutuhkan pertolongan kita dan kita mampu untuk memberi pertolongan, sudah jadi kewajiban kita untuk menolongnya, karena apapun yang kita miliki hanyalah titipan yang maha kuasa yang harus kita gunakan sebagaimana harusnya, soal dia orang baik atau bukan, itu tanggung jawab dirinya sendiri" Si tabib menjelaskan alasannya.

*****

tanpa terasa mereka sudah sampai di batas kampung, merekapun berpisah, si tabib kembali meneruskan perjalanan panjangnya, sedang si pelayan kembali kerumah majikannya dengan membawa segudang kekaguman pada laki -laki sederhana yang baru saja berpisah dengannya di batas kampung, ia juga merasa beruntung karena telah mengenal dan mendapat pelajaran berharga dari kisah hidup sang Tabib Pengembara.





                                                                                           ( SELESAI )




Sunday, June 2, 2013

Cerpen : HATI SELUAS SAMUDRA

Sudah sekitar sepuluh menit, ia berdiri di teras rumah yang tampak sepi, " Tidak,,,tidak, aku harus memberikan apa yang jadi hak mereka sekarang juga " kata laki -laki yang berpakaian rapih itu,seolah bicara pada dirinya sendiri, kemudian sambil membetulkan bagian belakang rambutnya yang kelimis, meski sebagian sudah tampak mulai memutih, ia melangkah mendekati pintu rumah, setelah menghela napas panjang untuk sekedar mencoba melepas beban yang terasa  menumpuk didadanya, tangannya terlihat digerakan untuk memijit bel yang menempel di samping pintu, bel pun ia tekan beberapa kali, sebelum kemudian ia kembali membalikan badannya dan duduk di salah satu kursi kecil disamping sebuah meja kayu yang terdapat di teras rumah itu, pandangannya terus menyapu kesekeliling pekarangan rumah, " Ternyata tidak banyak yang berubah " gumamnya perlahan, fikirannya seakan melayang kemasa yang sangat lampau.

Laki -laki itu tampak tersentak kaget, saat mendengar pintu rumah ada yang membuka, dan ia hendak bangkit dari duduknya ketika seorang perempuan paruh baya keluar dari dari pintu rumah yang baru saja terbuka, tetapi ia tidak sempat, karena ketika melihat laki -laki itu, si perempuan menubruk laki -laki itu dan merangkulnya, ia pun menangis sejadi -jadinya sambil membenamkan wajahnya di pangkuan laki -laki itu.

" Maafkan saya mas Surya,...  maafkan saya mas Surya,..." Cuma kata -kata itu yang berkali -kali keluar dari bibir perempuan itu, disela -sela tangisannya, sedangkan tangan laki -laki yang ternyata bernama Surya itu dengan perlahan membelai rambut perempuan, yang sedang menangis tersedu di atas pangkuannya,

" Sudah, Sudahlah Nilam, semua itu sudah lama berlalu, sebaiknya lupakan saja, sudahlah " Kata pak surya mencoba melerai tangisan perempuan yang ternyata memiliki nama Nilam.

" Tidak mas, kesalahan saya pada mas Surya terlalu besar, saya sudah menghianati mas Surya yang sudah melakukan segalanya untuk saya demi si berengsek Marwan, dosa saya terlalu besar mas, kalau mas sekarang mau menghukum saya, saya akan menerimanya, untuk menebus semua kesalahan saya pada mas Surya" kata ibu Nilam dengan suara terbata -bata, sambil tetap membenamkan wajahnya meskipun tangisannya sudah mulai mereda.

" Tidak, Nilam,..Waktu itu aku memang marah, tapi aku tidak sampai membencimu, dan dari dulu juga aku sudah memaafkanmu, lagi pula, sekarang tuhan sedah menggantinya dengan memberiku sebuah keluarga baru, dan aku cukup merasa bahagia dengan keluargaku yang sekang, peristiwa itu terjadi sudah hampir dua puluh tahun yang lalu, sudah sangat lama, jadi sebaiknya kita lupakan" Jawab pak surya, sambil berusaha mendudukan Ibu Nilam di atas kursi yang ada di sampingnya.

" Sekitar seminggu yang lalu, tanpa sengaja, aku bertemu Darman, ia bercerita banyak tentang kamu dan juga putrimu, jadi sekarang aku sengaja menemuimu, untuk sekedar memastikan keadaan kalian baik - baik saja "Pak surya menjelaskan alasan kenapa ia datang menemui ibu Nilam

" Iya mas, waktu itu,, setelah tidak ada lagi yang bisa Marwan habiskan di meja judi, ia pun mencampakan kami dan menghilang entah kemana, dan di masa - masa sulit itu, Darman lah yang selalu membantu kami, katanya hitung -hitung mambalas semua kebaikan mas Surya, waktu dia masih jadi pegawai kita, semua harta yang mas tinggalkan semuanya benar - benar habis, hanya rumah ini lah satu - satu yang tersisa, untunglah dengan semua bekal ilmu yang mas ajarkan kepada saya, saya mampu untuk bangkit kembali, meski dengan susah payah " Ibu Nilam menceritakan semuanya dengan wajah tetap tertunduk, sepertinya ia tidak sanggup untuk menatap wajah laki - laki yang pernah dihianatinya.

 *****

Mungkin karena terlalu larut dalam suasana haru diantara mereka, sehingga mereka tidak menyadari kedaan sekeliling mereka, tidak jauh dari tempat mereka berbincang, seorang gadis muda sedang berdiri dan memperhatikan mereka sejak tadi, mereka baru menyadarinya ketika gadis itu mengucap salam, sambil menjawab salam, Ibu Nilam bangkit dari duduknya kemudian meraih tangan gadis itu dan berkata pak Surya,

" Mas, kenalin ini anak saya Hurin " "Rin, ini om surya, yang sering mamah ceritain itu"

Gadis yang memiliki paras manis dengan rambut panjang terurai, yang bernama Hurin itu pun manggut pada pak surya, lalu mejabat dan mencium tangan pak Surya

" Rin, mamah mau kedalam dulu ngambil minuman buat om Surya sama kamu, kamu temenin dulu om Surya ngobrol ya " Kata Ibu Nilam, sambil terus masuk kedalam rumah untuk menyiapkan minuman, tanpa menunggu jawaban dari anaknya, Hurin pun kemudian duduk di kursi yang tadi diduduki ibunya.

" Kuliahnya semester berapa Rin " pak surya membuka obrolan.

" Sudah semester akhir Om " jawab hurin sambil tersenyum pada pak Surya

" Oh, sudah mau selesai ya, syukur deh " kata pak surya lagi

" eh iya om,, saya senang bisa bertemu dengan om, selama ini mamah bercerita banyak tentang om, saya juga sering melihat mamah menangis kalau lagi sendirian, mungkin mamah sangat menyesali kesalahannya pada om " kata Hurin pada pak Surya.

" Sudahlah Rin,  setiap orang juga kan punya jalan takdir masing - masing, itu kan cuma cerita di masa lalu, sebaiknya kita lupain semuanya. Eh iya Rin, sebenarnya maksud om menemui kamu dan ibu kamu selain mau memastikan keadaan kaalian baik -baik saja, om juga mau memberikan ini sama kamu dan ibumu "

kata pak Surya , sambil merogoh tas kulit warna coklat yang dari tadi ia taruh di bawah kursi yang ia duduki, dari tas itu ia mengeluarkan sebuah map lalu disodorkannya pada Hurin.

"Apa ini om" tanya Hurin, sambil membuka map yang di berikan Pak Surya, yang sekarang sudah berada di tangannya.

"Itu, surat - surat tanah di beberapa tempat, dulu om beli waktu masih menikah dengan ibumu, tadinya,,, ya sekedar buat investasi saja " pak surya menjelaskan

"Kenapa di berikan sama saya dan ibu Om" Hurin tampak tidak paham dengan maksud Pak Surya

"waktu itu om membelikan atas nama ibumu, karena waktu itu om memang berniat membelikannya buat ibumu, tapi peristiwa itu keburu terjadi, dan om pergi tanpa sempat memberikannya, jadi tanah -tanah itu memang hak kalian, dan om minta maaf, karena baru sekarang om bisa memberikannya".

" Tapi om,...." Cuma itu kata yang keluar dari mulut Hurin, karena Pak Surya segera memotongnya

" Sudah, sudah, lebih baik sekarang kamu gunakan semuanya dengan baik, untuk menambah modal usaha ibu kamu, atau buat apa sajalah, yang penting bisa bermanfaat buat masa depan kamu dan ibumu, tapi kalau boleh om mau minta kamu berjanji beberapa hal sama om "

"Berjanji apa om" Hurin tampak sangat penasaran

"Pertama om minta, kamu mau berjanji untuk selalu menjaga ibumu sebaik mungkin, karena sekarang kamulah  satu - satunya yang ia miliki,
Kedua, ibumu telah bersusah payah dan banyak berkorban untuk membesarkan dan mendidik kamu seorang diri, jadi om minta kamu berjanji akan  berbuat sebaik mungkin untuk membuat ibumu merasa bangga dan merasa semua pengorbanannya selama ini tidaklah sia - sia,
Dan yang terakhir, mungkin ayahmu pernah memperlakukan kamu dan ibumu dengan sangat tidak baik, om bisa maklum kalau kamu membenci kelakuan ayahmu itu, tapi om minta, kamu berjanji untuk tidak membenci ayahmu, karena bagai manapun juga, dia itu tetap ayahmu, dia juga  laki -laki yang pernah menikah dengan ibumu dan juga teman baik om,  jika suatu hari nanti, dia datang untuk meminta maaf, dan bersungguh -sungguh menyesali perbuatannya, om harap kamu mau berusaha untuk memaafkannya" pinta pak Surya pada Hurin

"Iya terima kasih om, saya berjanji  dan akan melakukannya sebaik mungkin" jawab Hurin sambil menganggukan kepalanya

Pak Surya pun tersenyum senang, tangannya menepuk pundak Hurin perlahan sambil berkata "Kamu memang anak yang baik, om bangga sama kamu"


Setelah merasa semua keperluannya sudah selesai, Pak Surya pamitan pada Ibu Nilam dan juga Hurin, ia pun pergi meninggalkan mereka dengan membawa hati lega, ia merasa semua beban yang selama bertahun -tahun mengendap dalam hati dan fikirannya,  kini benar -benar buyar dan hilang seperti terbang terbawa angin,
Sementara kedua perempuan ibu dan anak itu, keduanya masih terlihat  berdiri di teras rumah mereka, pandangan mereka mengantar kepergian laki - laki yang menurut mereka memiliki Hati seluas samudra






Friday, May 24, 2013

Dongeng : KISAH TABIB PENGEMBARA ( Bagian 1 )

Suasana kampung yang tampak sunyi sepi, tak ubahnya kampung tak berpenghuni, namun kalau untuk warga kampung tersebut, suasana seperti itu, adalah hal biasa, atau bisa dibilang bukan hal aneh bagi mereka, karena pada siang hari seperti itu, sebagian dari mereka masih belum pulang, masih disibuk dengan pekerjaan mereka di Sawah atau di ladang-ladang mereka, sedangkan yang lain, yang kebetulan tidak pergi ke sawah atau ladang pun, lebih memilih menggunakan waktu mereka, untuk beristirahat di dalam Rumah.

Di jalan yang tidak terlalu lebar, yang berada  tepat di tengah- tengah kampung, tampak seorang laki-laki setengah baya sedang berjalan kaki, ia terus mengayunkan langkahnya diantara batu-batu kerikil yang tercecer sepanjang jalan, seolah tidak peduli dengan terik sinar mentari yang tergantung  tepat diatas ubun- ubunnya, penanampilan laki- laki itu memang terlihat sederhana, tapi sinar wajah dan sorot matanya memancarkan aura kewibawaan, dan sepertinya laki-laki itu bukanlah penduduk asli kampung itu, karena selama ia berjalan menyusuri jalanan kampung yang tampak lengang itu, pandangannya tidak henti -henti, terus mengamati kadaan sekeliling kampung  yang ia lewati.

Ketika ia sampai di depan sebuah rumah yang besar dan megah, ia pun menghentikan langkahnya, untuk beberapa saat, pandangan matanya tertuju pada rumah itu, entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu, mungkin ia merasa kagum dengan kemewahannya, atau mungkin juga, ia merasa heran karena baru kali ini ia melihat rumah semegah itu, rumah yang besar dengan pekarangan yang luas, sekelilingnya berdiri pagar beton yang tinggi, kalau dari luar, kemegahan rumah itu mungkin hanya bisa dilihat dari sela- sela gerbang dari besi yang terpasang kokoh, mungkin rumah itulah yang paling besar dan paling megah di kampung itu dan pastinya pemiliknya pun adalah orang paling kaya di kampung itu.

Setelah beberapa saat laki-laki itu mematung di depan rumah itu , kemudian ia terlihat mulai kembali melangkahkan kakinya mungkin akan terus meneruskan perjalanannya, tapi kali ini langkahnya tampak sedikit tergesa-gesa seolah ingin segera pergi menjauh dari runah itu,

Jika saja ada yang memperhatikan tingkah laki-laki berpenampilan sederhana itu, pastinya akan merasa heran, karena baru saja ia melangkahkan kaki untuk pergi menjauh dari rumah itu, tapi kemudian, dengan tiba-tiba ia menghentikan langkahnya kembali, kemudian membalikan badannya dan terlihat melangkah kearah gerbang rumah yang baru saja hendak ia tinggalkan.

setelah sampai di depan pintu gerbang, ia pun mengucap salam, satu kali, dua kali, setelah yang ketiga kalinya laki-laki setengah baya itu mengucap salam dengan agak sedikit mengeraskan suaranya, barulah pintu depan rumah itu ada yang membuka dari dalam, dan tampak seorang pemuda dengan perawakan tinggi kurus terlihat keluar dari rumah itu dan langsung bergegas menghampiri laki-laki setengah baya yang masih berdiri di balik pintu gerbang, setelah mereka berhadap-hadapan pemuda pemuda kurus itu dengan ramah bertanya pada tamunya,

"Maaf, bapak ini siapa dan darimana?,....sepertinya bapak bukan warga asli kampung sini!"

"Betul sekali nak, saya memang bukan warga kampung sini, saya cuma seorang pengembara yang kebetulan lewat, dan saya mendengar kalau di rumah ini ada yang sedang sakit, jadi  saya sengaja mampir, sekedar ingin menjenguk, dan siapa tahu saya bisa bantu mencoba mengobati yang sedang sakit " kata laki-laki itu menjawab pertanyaan si pemuda,

"Saya pelayan di rumah ini, dan betul sekali, tuan saya sudah hampir setahun sakit keras, dan belum ada tabib atau dokter yang bisa menyembuhkan tuan saya itu, tapi darimana bapak tahu?!!" kata si pemuda memperkenalkan diri pada tamunya, sekaligus bertanya,

"saya cuma mendengar dari warga yang kebetulan saya temui di jalan " laki-laki itu menjawab pertanyaan si pemuda yang ternyata seorang pelayan di rumah itu,

 "Oh" kata si pelayan sambil menganggukan kepala tanda mengerti dengan jawaban laki -laki itu, ia pun mempersilahkan tamunya masuk. sambil membalikan badan untuk kembali masuk kedalam rumah besar itu dan laki -laki itupun mengikutinya dari belakang

Mereka berdua pun berjalan beriringan, masuk kedalam rumah, si pelayan langsung membawa tamunya menuju sebuah kamar tempat tuannya terbaring sakit, di ruangan kamar yang cukup besar dan tampak rapih dengan beberapa guci keramik dan pas bunga di sudut - kamar sebagai hiasan, tampak seorang laki- laki yang bisa dibilang  masih cukup muda, paling usianya baru sekitar empat puluh tahun atau bahkan mungkin kurang, sedang tergolek lemah di atas tempat tidur, matanya pun  terpejam, hanya dadanya yang tampak bergerak naik turun pertanda ia masih bernafas, disamping tempat tidurnya terlihat seorang perempuan muda sedang duduk menemaninya, ketika laki- laki setengah baya dan pelayan itu datang, wanita yang yang memiliki kulit putih mulus dan paras cantik itu bangkit dari kursi yang di dududkinya kemudian mendekat ke arah si pelayan dan tamunya itu, sebelum dia sempat  berkata apa -apa, si pelayan lebih dulu bicara pada perempuan muda yang ternyata nyonya rumah, ia menceritakan maksud kedatangan laki-laki yang jadi tamunya.

Setelah si pelayan selesai bicara nyonya rumah bicara pada laki- laki yang sedang berdiri di hadapannya, "Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih, karena tuan sudah mampir kerumah saya , dan bersedia mencoba untuk mengobati suami saya yang sedang sakit"

"Sama- sama nyonya, tapi kalo saya boleh tahu sebenarnya suami nyonya itu sakit apa, dan apa yang menjadi penyebabnya? " tanya laki- laki itu, pada nyonya rumah,

" Saya juga tidak tahu tuan, karena sekitar setahun yang lalu tiba-tiba saja badan suami saya menjadi lumpuh, kemudian mendadak tidak bisa bicara dan matanya pun tmendadak tidak bisa melihat, dan yang lebih anehnya lagi semua tabib dan dokter yang saya panggil untuk mengobati suami saya, semuanya mengatakan, kalo penyakit suami saya itu aneh karena baru kali ini menemukan penyakit seperti yang sedang diderita suami saya, jadi mereka semua tidak sanggup untuk menyembuhkannya"dengan wajah sedih, si nyonya rumah menjelaskan penyakit yang sedang diderita suaminya pada laki-laki tamunya itu.

Mendengar penjelasan wanita itu, laki- laki itu hanya mengangguk- angukan kepala, ia pun bergumam pelan seperti berkata pada dirinya sendiri " oh begitu ya"

tanpa meminta lagi persetujuan yang punya rumah, laki-laki itu pun langsung mendekati tuan rumah yang sedang sakit terbaring lemah, kemudian ia duduk di pinggir tempat tidurnya, sejurus kemudian, ia menempelkan punggung telapak tangannya di kening si tuan rumah yang terbaring tak berdaya, kemudian ia memengang pergelangan tangan kiri tuan rumah yang sedang sakit dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap mulai dari kedua tangan kemudian kaki dan terakhir wajah si tuan rumah yang sedang terbaring di hadapannya, ia lakukan berkali- kali secara bergantian.

Dan keajaibanpun terjadi, Tuan rumah yang sedang terbaring sakit, tiba-tiba saja bangkit dari tempat tidurnya, layakya seseorang yang baru saja bangun tidur,  bahkan sepertinya ia merasa sedikit heran karena banyak orang berkumpul di kamarnya, tapi setelah beberapa saat, rupanya ia mulai sadar dengan apa yang terjadi pada dirinya selama ini, dengan penuh rasa haru ia pun langsung merangkul laki - laki  yang berada tidak jauh dari tempat ia terduduk, dari mulutnya berkali - kali terucap ucapan kata terima kasih, sedangkan istri dan pelayannya hanya melihat dengan kegembiraan yang luar biasa karena kesembuhannya.

Setelah melepaskan rangkulannya ia pun bertanya pada laki - laki yang telah menyembuhkannya itu,
"Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih atas jasa besar tuan yang telah menyambuhkan saya, entah harus dengan cara apa saya membalas semua jasa baik tuan, tapi kalau boleh saya tahu tuan tabib ini sebenarnya siapa?"

"saya bukan siapa -siapa, saya hanyalah seorang pengembara yang kebetulan lewat di kampung tuan" jawab si Tabib singkat,

"Oh,,, saya pernah mendengar tentang seorang Tabib sakti yang selalu mengembara dan tidak pernah tinggal di suatu tempat, saya yakin yang dimaksud tabib sakti itu adalah tuan "  Kata tuan rumah pada tamunya itu

" Tuan terlalu melebih -lebihkan, saya bukan siapa -siapa dan tidak punya kemampuan apa - apa, saya hanyalah kebetulan jadi jalan kesembuhan yang di berikan yang maha kuasa kepada tuan" jawab si Tabib dengan rendah hati sambil senyum tipis, merasa sedikit lucu mendengar si tuan rumah yang menurutnya terlalu berlebihan menyanjungnya.

"Ternyata benar, seperti yang di bicarakan orang -orang, selain hebat dalam mengobati tuan juga orang yang sangat rendah hati, eh iya tuan tabib, saya harap tuan mau tinggal dulu di rumah saya untuk beberapa hari atau kalau tuan mau tuan boleh tinggal sekehendak tuan, dan tuan tidak usah khawatir apapun yang tuan butuhkan pasti akan akan saya sediakan"

pinta tuan rumah pada laki -laki yang baru saja  menyembuhkannya, kemudian dia menyuruh pelayannya untuk segera menyiapkan jamuan untuk tamu kehormatannya itu, tapi sepertinya sang tabib tidak bisa memenuhi keinginan tuan rumah, ia segera berkata pada tuan rumah,  ia mencoba  menolak cara halus,

" Sebelumnya saya benar -benar minta ma,af tuan, rupanya untuk sekarang ini saya tidak bisa menerima niat baik tuan, karena seperti tuan tahu, saya ini tidak pernah tinggal di suatu tempat, dan maafkan saya juga tuan, saya juga tidak bisa menerima jamuan tuan karena saya hanya makan ketika saya benar -benar lapar, saya berharap tuan bisa mengerti, tapi jika nanti saya kebetulan lewat lagi kekampung tuan, saya pasti akan mampir lagi"

Meski tampak kecewa tapi rupanya si tuan rumah mengerti dengan perkataan si Tabib, ia pun kembali berkata pada si Tabib
" Oh sayang sekali tuan, tapi saya tidak bisa menghalangi niat tuan tabib untuk meneruskan perjalanan, tapi izinkan pelayan saya ini mengantarkan tuan sampai ke perbatasan kampung, sebelum tuan meneruskan perjalanan tuan menuju kampung lain" pinta si tuan rumah pada si Tabib,

" Baiklah tuan" kata si tabib sebelum kemudian mohon diri untuk segera meneruskan perjalanannya, setelah pamitan ia pun meninggalkan rumah besar itu di iringi si pelayan yang diperintahkan tuannya untuk mengantarkannya sampai perbatasan kampung.




Belum jauh mereka meninggalkan rumah mewah milik orang terkaya di kampung itu, tiba -tiba si Tabib menghentikan langkahnya dan berkata pada si pelayan, "Anak muda, kita harus mampir dulu sebentar ke rumah itu " sambil menunjuk kesebuah gubuk yang tidak jauh dari tempat mereka sekarang berdiri, dan tanpa menunggu persetujuan dari si pelayan ia berjalan menuju gubuk yang ia tunjukan tadi, dan si pelayan pun tidak banyak bertanya ia terus mengikuti langkah si tabib dari belakang,
setelah mereka sampai sampai di depan gubuk yang ditujunya, si Tabib mengetuk pintu sambil mengucap salam, rupanya yang punya rumah sedang ada di rumah, karena tidak lama kemudian, pintu ada yang membuka dan keluarl seorang laki -laki tua yang tampak merasa heran karena tidak biasanya ada yang bertamu kerumahnya, tapi ia pun segera mempersilahkan kedua tamunya masuk,

Setelah berada didalam gubuk, tanpa basa - basi si Tabib langsung bertanya pada pak tua yang sedang duduk di hadapannya, " ma'af bapak, apa di rumah ini ada orang yang sedang sakit,,?"

meski agak sedikit merasa aneh dengan pertanyaan tamunya itu, tapi pak tua pemilik gubuk itu pun menjawab
 " iya betul sekali tuan, istri saya sudah beberapa bulan ini sakit parah, tapi kami hanya mampu mengobatinya semampu kami, karena tuan juga mungkin bisa melihat bagaimana keadaan kami yang serba pas -pasan " kata pak tua sambil menunjuk ke salah satu sudut ruangan yang tidak jauh dari tempat mereka mengobrol, terlihat seorang perempuan tua sedang terbaring lemah, diatas sebuah tempat tidur kayu yang sangat sederhana, yang terlihat hanya kepalanya karena hampir semua badannya terbalut dengan selimut.

setelah mendengar penjelasan yang punya rumah, si Tabib pun kembali berkata pada pak tua itu
" Begini pak, kalau bapak mengizinkan saya ingin mencoba untuk mengobati istri bapak"

tentu saja pak tua itu merasa senang, karena ternyata masih ada orang yang mau peduli dan memiliki niat baik kepada dia dan isterinya, ia pun  menjawab
" Oh tentu saja tuan, silahkan tuan, sebelumnya saya ucapkan terimakasih untuk semua niat baik tuan "

Si Tabib pun langsung mendekat ke arah istri pak tua yang sedang terbaring karena sakit,  ia mulai mencoba memberikan pengobatan, cara yang di lakukannya sama seperti yang ia lakukan pada tuan si pelayan sebelumnya, sedangkan si pelayan dan pak tua hanya melihat apa yang sedang di lakukan si Tabib tanpa beranjak dari tempat duduknya. Dan untuk kedua kalinya keajaiban terjadi, istri pak tua yang sedang sakit parah itu, tiba -tiba bangkit seperti seseorang yang baru saja bangun tidur, bahkan ia terus turun dari tempat tidur dan berjalan mendekati suaminya, seolah tidak ada yang terasa sakit bahkan tidak tampak seperti orang yang baru sembuh dari sakit keras selama berbulan -bulan, melihat yang terjadi pada isterinya tidak bisa dibayangkan betapa gembiranya hati pak tua pemilik gubuk tersebut, ia lengsung merangkul Si Tabib, bahkan jika badannya tidak di tahan oleh si Tabib, mungkin ia akan bersujud dikaki si Tabib, karena saking merasa senang dengan kesembuhan isterinya.

kemudian mereka bertiga pun kembali meneruskan obrolan mereka, meskipun hanya duduk beralaskan tikar usang, tapi mereka tampak begitu asyik dengan obrolan mereka, pak tua dan si pelayan tampak bersemangat mendengarkan semua cerita si tabib tentang pengalaman - pengalaman yang ia alami selama ia mengembara dari satu tempat ketempat lainnya, begitu banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari pengalaman - pengalaman yang di ceritakan si tabib kepada mereka, dan disela -sela obrolan mereka yang tampak begitu seru, terdengar pak tua bicara kepada si tabib, "sekali lagi saya ucap terimakasih untuk pertolongan tuan, jasa tuan kepada saya dan isteri saya terlalu besar dan tidak mungkin kami bisa membalasnya, tapi hanya sekedar tanda ungkapan terima kasih kami, kami berharap tuan bersedia mencicipi makanan yang di sediakan isteri saya, meskipun alakadarnya, tapi cuma itu yang bisa kami sediakan."
si tabib hanya tersenyum sambil menganngguk tanda setuju, ia dan si pelayan pun langsung menyantap hidangan yang sudah di sediakan isteri pak tua itu, dan ia tampak nikmat dan lahap menikmati hidangan yang hanya seadanya itu.

setelah selesai, kemudian merekapun segera berpamitan untuk kembali meneruskan perjalanan mereka.


                                                                                                      ( Bersambung )

Monday, May 6, 2013

KEPINGAN HATI SALWA ( Bagian 1 )

 Mentari kembali pancarkan sinar keemasannya, berusaha cairkan kebekuan pagi dengan sentuhan hangatnya, burung- burung kecil, kembali menari di ranting- ranting pohon, menyambut riang dengan nyanyiannya yang merdu, Kupu- kupu pun kembali memamerkan keindahan warna- warninya, diantara kepakan sayapnya yang anggun.

satu lagi, kuncup mawar mekar di pagi ini, mawar jingga kesukaanku, yang selalu membuatku merasa iri, setiap kali aku mengagumi keindahannya, " Jika saja hatiku bisa seperti bunga mawar kesayanganku itu, setiap kali ada kelopaknya yang layu dan gugur, selalu mekar kuncup baru sebagai penggantinya "


" Prak,...!!!" Tiba-tiba terdengar suara ada barang yang pecah, suaranya seperti berasal dari arah kamarku, setengah berlari, aku meninggalkan pekarangan, aku masuk kedalam rumah dan langsung menuju kamarku yang pintunya setengah terbuka,

ketika sampai di dalam kamar, aku mendapati Adik laki-lakiku yang baru berumur enam tahun sedang berdiri di samping meja belajarku, dilantai yang tidak jauh dari tempat ia berdiri, tampak pecahan Pas bunga yang terbuat dari keramik berserakan, melihat semua itu, rasanya semua darah di tubuhku naik ke kepala, perasaan kaget, kesal dan marah semuanya bercampur jadi satu, tanpa aku sadari dari mulutku keluar bentakan keras, " Wildaaan,!!!" mendengar bentakan yang aku tunjukan padanya wildan adikku sepertinya benar-benar ketakutan, mimik mukanya sepontan berubah seperti hendak menangis.

Tiba-tiba Ibuku masuk dan bertanya " Ada apa sih,,,,, Masih pagi udah pada ribut " rupanya bentakanku yang setengah sadar itu, sangat keras sehingga sampai terdengar oleh ibu yang sedang berada di dapur, Adiku dengan suara yang gemetar dan terbata-bata karena ketakutan, berkata pada Ibuku " Wildan cuma mau minjam pensilnya kak Salwa " cuma itu yang bisa ia katakan, Ibu langsung meraih tangan Wildan dan menuntunnya keluar kamar, meninggalkanku yang masih berdiri kaku di dalam kamar, sambil menutup pintu kamar dari luar, terdengar ibu bicara dengan segala kekesalannnya " salwa,,,kamu kaya anak kecil aja , itu kan cuma pas bunga, kamu masih bisa beli lagi yang baru, lihat,,, adikmu sampai ketakutan kaya gini,.."


Aku mulai bisa menguasai diriku kembali, tiba-tiba seluruh tubuhku terasa lemas, sepertinya lututku tak sanggup lagi menopang tubuhku untuk terus berdiri, dan akhirnya tubuhkupun ambruk dan terduduk bersimpuh di lantai, setelah beberapa saat aku mencoba untuk menenangkan perasaanku, aku coba menggerakan tanganku untuk mengumpulkan kepingan pas bunga miliku yang kini hanya berupa kepingan keramik yang berserakan di hadapanku, kemudian aku simpan pecahan pas bungaku itu di atas meja belajar yang tidak jauh dari tempat aku terduduk, kemudian dengan sisa tenagaku aku paksakan untuk melangkah ketempat tidur, agar aku bisa merebahkan tubuhku.

Bagi orang lain siapapun itu, pasti akan sama seperti pikiran  ibuku, itu hanya pas bunga yang terbuat dari bahan keramik, sama sekali tidak ada istimewanya, barang seperti itu bisa di jumpai dan dibeli dengan mudah di toko-toko cendramata atau toko-toko yang menjual barang seperti itu, jika saja ada yang membuat benda itu berbeda dengan pas bunga yang lainnya, itu hanyalah karena terdapat ukiran namaku yang tertulis disana, tapi untuk itu gampang saja, tinggal pesan saja, di pengrajin keramik manapun pasti bisa, cuma itu keistimewaannya, tidak lebih. Tapi lain bagiku, benda itu bagiku sangat berharga , dan mempunyai nilai yang sangat berarti bagiku, karena bagiku pasbunga keramik itu adalah satu-satunya kenang-kenangan yang tersisa, yang di tinggalkan orang yang sangat aku cintai dan sampai sekarang sejujurnya aku masih menyayanginya, pas bunga itu diberikan kak Fais di hari ulang tahunku yang ke tujuh belas, sebagai hadiah ulang tahun untukku, tapi sekarang benda kesayanganku itu telah hancur berkeping-keping, sebagaimana hancurnya hatiku ketika aku tahu kalau kak fais telah pergi dari hidupku.

Tubuhku terbaring lemah diatas tempat tidur, sedangkan fikiranku melayang jauh terbawa ingatanku ke masa- masa yang pernah aku lalui, semuanya seperti terekam dalam ingatanku, dan kini semua rekaman itu di putar kembali, peristiwa- peristiwa itu, terasa begitu nyata dalam bayanganku, seolah semuanya baru saja terjadi kembali.

Tak kuasa kubendung lagi, tetesan air bening itu pun, meleleh dari sudut-sudut mataku, ada perasaan yang sulit untuk aku ungkapkan, terasa sakit seperti menyayat-nyayat hatiku, perasaan yang sama, seperti ketika untuk pertama kalinya aku menyadari, kalau kak Fais, tidak lagi jadi bagian dari kehidupanku.


                                                                                                                  ( Bersambung )

Saturday, April 13, 2013

Dongeng : UJIAN SANG RAJA

Gunung - gunung yang tinggi menjulang, seperti mengelilingi, puncak - puncaknya seolah hendak menembus langit biru. hamparan sawah dan ladang terlihat hijau, dihiasi sungai - sungai yang jika dilihat dari jauh, tampak seperti garis - garis yang sengaja diukir untuk menyempurnakan keelokannya, sungguh keindahan alam yang tiada taranya, benar - benar maha karya sang Maha pencipta.

Sebuah negeri yang beruntung. negeri yang  tidak hanya dianugrahi keindahan alam yang luar biasa, tapi juga kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, mereka hidup tentram dengan hasil bumi yang melimpah ruah. sehingga mereka sangat mencintai dan menghorati junjungan mereka, Raja agung penguasa negri tersebut, Seorang  raja yang adil bijaksana, yang selalu peduli dengan nasib rakyatnya dan selalu berusaha melindungi mereka, sehingga semua rakyatnya dapat hidup makmur, tentram, jauh dari rasa khawatir dan ketakutan,

Selain Raja mereka, mereka juga sangat menyayangi dan menaruh harapan besar pada Putra mahkota junjungan mereka. Sang Pangeran, pewaris tunggal kerajaan, yang suatu hari nanti akan jadi raja mereka menggantikan ayahnya, mereka sangat menyukai sifat dan perangai pangeran yang meskipun masih muda tapi sudah memiliki sifat yang muliya, ia benar -benar mewarisi sipat ayahnya, meskipun seorang calon raja agung di negri itu tapi ia tidak memiliki sipat angkuh apalagi sombong, dia sangat rendah hati dan peduli pada rakyat, sering kali dia sengaja berkeliling langsung ke pelosok - pelosok negri, untuk berjumpa langsung dengan rakyat ayahnya itu, ia langsung mnemui mereka ketika berada di ladang atau di pasar -pasar dan menanyakan langsung setiap keluhan mereka, , dengan tujuan supaya bisa tahu pasti setiap permasalahan yang sedang mereka hadapi dan bisa membantu mencarikan jalan keluarnya yang terbaik, sehingga rakyat jelata sekalipun tidak perlu merasa segan mengadukan keluhan mereka pada sang putra mahkota, yang jdi panutan mereka.

Tidak heran kalo kehebatan negri itu sangat termasyhur sampai ke negri - negri lain, Raja mereka pun sangat dihormati dan disegani oleh raja - raja dari negri lain, sehingga negri itu menjadi tujuan para pelancong dari negri - negri tetangga, dengan membawa tujuan yang bermacam - macam, ada yang hanya sekedar melancong saja ada juga yang pumya keperluan berdagang. Negri itu benar - benar sebuah negri impian.


*****


Pagi itu Sang Raja memanggil putra kesayangannya untuk segera menghadap kepadanya, tidak lama kemudian Sang Pangeranpun sudah terlihat duduk bersimpuh di hadapan ayahnya, didampingi pengawal setianya, Terdengar pangeran berbicara pada ayahnya

"Maap ayahanda,,, ada apa gerangan sehingga ayahanda memanggil Ananda untuk segera menghadap"

"benar anakku,, aku memanggilmu kehadapanku karena aku akan memberikanmu tugas yang sangat penting" ujar Sang Raja.

"baiklah Ayahanda, tugas apa yang harus Ananda lakukan,,Ananda pasti segera melaksanakannya" jawab pangeran

Sang Raja, tersenyum merasa senang dengan sikap anaknya yang selalu setia dan patuh kepadanya, tidak cuma itu, dia juga selalu berhasil menjalankan tugas yang diembannya dengan baik.

kemudian beliau meneruskan kata - katanya "Anaku ,,,Aku ingin kau pergi kehutan di sebelah selatan kerajaan, carilah seekor Kijang yang pada lehernya memiliki bulu dengan warna kuning keemasan yang bentuknya melingkar seperti kalung, jika kau sudah menemukannya , bunuh dan bawa kulitnya kepadaku, tapi ingat kau hanya boleh membunuh satu ekor kijang yang cirinya tadi ayah sebutkan, tidak boleh lebih dari satu"

"baiklah ayahanda,,,Sekarang ananda mohon pamit, untuk segera melaksanakan titah Ayahanda"  pangeran pun undur diri dari hadapan ayahnya.


*****


Dengan di dampingi pengawal setia yang slalu mendampinginya kemanapun ia pergi, Sang pangeran berangkat untuk melaksanakan tugas dari Sang Raja, namun ternyata untuk menemukan Kijang dengan ciri -ciri khusus yang mereka cari itu sangatlah tidak mudah, memang banyak sekali Kijang yang mereka temui yang hidup di hutan tersebut, tapi ciri -cirinya tidak ada yang sesuai dengan yang di sebutkan oleh Sang Raja,

Hampir saja mereka putus asa dan menghentikan usaha mereka, tapi rupanya keberuntungan masih berpihak pada mereka berdua, setelah beberapa hari mereka menelusuri setiap sudut hutan itu , akhirnya mereka menemukan Seekor Kijang yang memiliki ciri sama persis seperti yang di gambarkan Sang Raja, bisa dibayangkan alangkah girangnya perasaan mereka. Merekapun mengendap - ngendap dengan sangat perlahan dah hati - hati diantara rumpun dan ilalang, supaya bisa lebih dekat dengan Kijang itu dan bisa memanahnya dari jarak yang pas, rupanya mereka berhasil,sekarang mereka sudah berjongkok di balik rumpun dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Kijang yang sedang asik merumput tanpa menyadari ada dua manusia yang sedang mengincar nyawanya.

Pangeran sudah merentangkan busurnya dan anak panahnya sudah siap untuk di lepaskan, sekali saja anak panah itu di lepas maka pasti akan langsung melesat dan menancap pada sasarannya, tidak mungkin meleset, karena seantero negeri juga sudah tahu kalau pangeran panutan mereka itu sangat piawai dalam menggunakan berbagai senjata terutama panah, tapi entah kenapa tiba -tiba saja pangeran mengurungkan niatnya, bahkan ia kembali menyarungkan busur dan anak panahnya.

Si pengawal merasa heran dan bertanya pada pangeran " Maap tuanku , kenapa tuanku tidak jadi memanah Kijang itu , padahal tuanku pangeran hanya tinggal melapaskan anak panahnya, dan pasti kijang itu akan langsung tersungkur di tanah"

"Tidak aku tidak bisa membunuh Kijang itu, lebih baik sekarang kita pulang dan kembali ke Istana" jawab pangeran.

meski tidak mengerti dengan yang dilakukan tuannya itu si pengawal tidak berani membantah, mereka langsung pulang kembali keistana dengan tangan kosong, dan merekapun langsung menghadap Sang Raja.

setelah mereka berada dihadapan sang Raja, terdengar sang Raja bertanya pada pengawal, "Pengawal,,,,kenapa kalian pulang dengan tangan kosong, apa kalian tidak berhasil menemukan Kijang dengan ciri yang aku sebutkan,,,??"

Dengan kepala tertunduk karena merasa segan dengan kewibawaan sang Raja, si pengawalpun menjawab "maapkan hamba paduka Raja,,,,hamba dan tuanku Pangeran, berhasil menemukan Kijang dengan ciri - ciri yang baginda sebutkan, tapi ketika tuanku pangeran hendak memanahnya, beliau tiba - tiba saja mengurungkan niatnya, entah kenapa sebabnya hamba juga tidak mengerti"

Sekarang giliran Sang Raja bertanya pada pangeran, " Anaku ,,,,Apa benar seperti yang dikatakan Pengawal,,,,dan jika itu benar apa alasannya,,,??"

Pangeranpun segera menjawab pertanyaan ayahandanya itu, " Benar Ayahanda,, seperti yang dikatakan oleh paman Pengawal,,,dan sekali lagi Ananda minta maap, karena tidak bisa menjalankan perintah Ayahanda untuk membunuh Kijang itu, alasannya ,, seperti kata Ayahanda, Ananda hanya boleh membunuh Satu ekor kijang dengan ciri yang Ayahanda sebutkan dan tidak boleh lebih dari satu, tapi ketika Ananda hendak memanah Kijang itu Ananda melihat kalau Kijang itu adalah Kijang betina yang memiliki dua ekor anak yang masih menyusu,  jadi jika Ananada meneruskan niat Ananda untuk memanah Kijang itu maka secara tidak langsung Ananda akan membunuh tiga ekor kijang di hutan itu, sebab kedua anak kijang itu juga pasti akan mati karena induk yang menyusuinya Ananda bunuh"


Mendengar penjelasan Sang pangeran, Sang raja terlihat tersenyum puas, ia merasa sangat senang dan bangga dengan putra kesayangannya yang akan menjadi penerus tahtanya itu, kemudian beliau berujar " Kau lulus anaku,,,,sebenarnya aku sudah tahu semuanya sejak awal, aku hanya mengujimu dan ternyata kau lulus, kau sudah pantas menjadi penggantiku untuk memimpin negri ini, dan aku akan segera menobatkanmu, dan kau harus selalu mengingat pelajaran ini selamanya, agar dalam setiap kau mengambil keputusan, kau akan selalu mempertimbangkan dulu baik buruk akibatnya untuk rakyatmu.


*****


Akhirnya Sang pangeranpun meneruskan ayahandanya menjadi Raja agung di negri itu, diapun menjadi raja yang adil dan bijaksana sehingga dicintai semua rakyat dan pejabat - pejabat bawahannya. Dan negri itupun bertambah kemakmurannya dibawah kepemimpinan Raja muda mereka.


Saturday, April 6, 2013

Cerpen : SURGA DIBAWAH TELAPAK KAKI MERTUA


Aku sempat kaget, dan langsung tersadar dari lamunan panjangku, sepontan aku melihat ke arah datangnya suara, ternyata yang barusan mengucap salam adalah Kinasih isteriku, ia masih berdiri didekat pintu pekarangan, meskipun raut mukanya tampak agak sedikit kusut, mungkin karena kecapean setelah kerja seharian, tapi senyum manisnya masih tetap menghiasi bibir mungilnya, senyuman yang slalu aku kagumi, dan sama sekali tidak pernah membuatku merasa bosan meski sudah ribuan kali atau mungkin sudah jutaan kali aku melihatnya, dan tidak bisa aku pungkiri, senyuman itu pula yang membuat aku tertarik padanya waktu pertama kali aku mengenalnya sekitar tujuh tahun yang lalu, meskipun saat itu sama sekali tidak pernah terlintas dalam bayanganku kalo gadis manis dan ramah yang tidak pernah lepas dari jilbabnya itu akan jadi jodohku dan akan menjadi pendampinghidupku sampai sekarang, tapi aku berani bersumpah, kalau sampai detik ini aku msih berharap dialah yang akan selalu jadi pendamping hidupku untuk selamanya.

Terlihat istriku melangkah menghampiriku, dan setelah berdiri di hadapanku, ia meraih tangan kananku untuk didekatkan pada wajahnya kemudian mengecupnya, seperti yang biasa ia lakukan ketika mau berangkat atau pulang kerja, ia pun membuka obrolan dengan memberiku sebuah pertanyaan "Zilki, udah pulang ?" tanya istriku, zilki adalah satu - satunya buah hati kami yang pada tanggal enam agustus bulan depan usianya baru genap menginjak empat tahun. " Belum, paling nanti agak sorean" jawabku, istriku menanyakan Zilki karena anaku itu dari kemarin pagi dibawa nenek dan kakeknya yaitu bapak dan ibu mertuaku main ke rumah Kang Cahya kakak iparku, "Ya udah sekarang mendingan Ade makan makan dulu terus istrahat, biar kalo nanti Zilki pulang udah ga capek" usulku pada istriku, seperti tidak peduli dengan kata - kataku istriku malah balik bertanya " Emang Aa udah makan,,?" aku hanya menganggukan kepala sebagai jawaban untuk pertanyaan isteriku, " Eh iya A,,uang gaji Aa udah diambil belum..." istriku mengajukan pertanyaan terakhirnya, "Belum, tadinya mau aku ambil kmarin di ATM, tapi kata Ibu jangan dulu diambil biarin aja katanya" aku menjawab pertanyaan istriku seadanya, terlihat istriku mengernyitkan keningnya dan dari mulutnya hanya keluar kata pendek "Ko...!!!" tampaknya ia merasa heran, " ya udah biarin aja , orang itu maunya Ibu, mendingan sekarang Ade cepetan makan dan istrahat, Ade pasti capek habis kerja dari pagi" aku menutup percakapan kami, istrikupun menurut, ia langsung masuk kedalam rumah dan meninggalkanku bengong sendiri di teras rumah seperti sebelumnya.

Sebenarnya bukan hanya Kinasih isteriku yang merasa heran dengan sikap ibu mertuaku kali ini, tapi aku juga benar - benar merasa heran karena sikap mertuaku kali ini benar - benar beda dari biasanya, mungkin bagi kami bisa dibilang ini kejadian langka dan baru terjadi sekarang, karena dari awal kami menikah enam tahun yang lalu, setiap awal bulan pas tanggal aku gajian, Ibu mertuaku itu tidak pernah lupa untuk wanti - wanti supaya aku langsung mengambil uang gajiku dan setelah sampai di rumah aku harus langsung memberikan lebih dari separuh uang gajiku itu pada ibu mertuaku, dan sisanya baru boleh aku serahkan pada istriku Kinasih, kadang aku suka merasa kasihan juga pada isteriku, karena uang gajiku sebagai buruh pabrik yang jumlahnya tidak seberapa, apalagi setelah di potong lebih dari separuhnya sebagai setoran wajib bulananku pada ibu mertuaku yang samasekali kami tidak tahu tujuannya untuk apa, bisa di bayangkan utuhnya aja tidak seberapa apalagi sisanya pasti lebih tidak seberapa lagi, tapi untungnya masih cukup untuk jatah bulanan susu formula Zilki selama sebulan,dan sisanya yang pastinya lebih tidak seberapa lagi selalu disimpan dan dikumpulkan oleh isteriku, untuk membayar kontrakan rumah kami kalo sudah waktunya membayar, emang sih kalau di bandingka dengan di kota besar, sewa rumah kami itu terbilang murah cuma empat juta setengan pertahunnya dan itu sudah cukup nyaman untuk kami tinggali berlima bersama kedua mertuaku, tapi dengan begitu otomatis untuk biaya makan sehari - hari dan biaya tek - tek bengek lainnya kami harus mengandalkan uang gaji istriku, tapi mesti bagaimana lagi, karena kami tidak mungkin menentang aturan kedua mertuaku itu, apapun yang jadi keputusan mereka, bagi kami seperti undang - undang yang tidak boleh kami langgar dan harus kami jalankan, perintahnya layaknya titah seorang raja pada para hulubalangnya mutlak harus kami laksanakan,sedikit saja kami berani menentangnya, resikonya kami langsung divonis bersalah tanpa diadili terlebih dahulu, seperti kejadian sehabis lebaran tahun kemarin, waktu itu aku dan Kinasih punya rencana untuk kredit rumah di perumahan yang tidak jauh dari tempat tinggal kami sekarang, kebetulan waktu itu kami punya sedikit uang dari THR kami ditambah sedikit simpanan kami, yang kami rasa cukup untuk membayar uang mukanya, pertimbangan kami waktu itu , dari pada di pakai untuk terus bayar kontrakan lebih baik dibayarkan untuk cicilan rumah kreditan kami, dan kedepannya meskipun sederhana tapi akan jadi milik kami dan tidak perlu ngontrak lagi. tapi ketika kami menceritakan rencana kami kepada kedua mertuaku itu, benar - benar di luar dugaan kami, mereka marah besar, aku dan istriku dimarahi habis - habisan layaknya anak dan menantu durhaka yang tidak mau menuruti niat baik orang tuanya,setelah itu kami terpaksa membuang jauh - jauh rencana mulia kami, dan mulai saat itu kami tidak pernah berani lagi menentang setiap aturan dari kedua mertuaku itu.

Dan yang lebih tidak aku mengerti, adalah sikap kedua mertuaku itu pada Kinasih sekarang, karena aku tahu betul bagaimana sikap mereka pada Kinasih sebelum aku menikahinya, mereka sangat memanjakan putri bungsunya itu, jangankan  bekerja ditempat orang lain, melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci atau masak saja mereka melarangnya. kalau sekali - kali terpaksa harus belanja kepasar untuk kebutuhan sehari - hari saja, pasti harus ada yang mengantar. Tapi setelah dia jadi Isteriku smuanya benar - benar terbalik, isteriku malah disuruh untuk bekerja, alasannya untuk membantuku, malahan Bapak mertuaku sendiri yang yang meminta temannya untuk bersedia mempekerjakan Kinasih di konpeksi miliknya, tempat isteriku bekerja sampai sekarang. Mungkin juga karena waktu itu Bapak mertuaku masih aktif sebagai pengusaha pakean jadi dan bisa dibilang lumayan sukses, meskipun tidak sampai sesukses Kang Cahya sekarang sebagai penerusnya, tapi sebenarnya Kang Cahya juga bisa berhasil seperti sekarang, tidak lepas berkat kerja keras bapak mertuaku itu, yang merintis usahanya dari awal dan mendidik kang cahya dengan keras.

*****

Baru saja aku sampai di depan pintu dan sekali mengucap salam, sehabis berjama'ah sholat isya di mushola yang memang tidak jauh dari rumahku, pintu langsung ada yang menbuka dari dalam, ternyata isteriku yang membukakan pintu, sepertinya ia dia sudah menunggu kedatanganku, karena setelah menjawab salamku ia langsung berkata "A,...bapak sama Ibu lagi nunggu kita katanya ada yang mau diomongin" "Emang ada apa,..!!?" tanyaku, tapi istriku hanya menggelengkan kepala sebagai jawabannya, akupun tidak bertanya lagi tapi terus mengikuti isteriku yang sudah lebih dulu berjalan menuju ruangan tengah.Dan benar saja, Bapak dan Ibu mertuaku tampaknya memang sudah menunggu kami, mereka tampak duduk bersebelahan sambil nonton TV, sedangkan Zilki kelihatan sudah tertidur pulas ditas kasur lipat di samping ibu mertuaku, aku dan isterikupun duduk di hadapan mereka.

Setelah beberapa saat kemudian, karena terdorong oleh rasa penasaran aku mencoba membuka obrolan dengan mengajukan pertanyaan pada mertuaku " Maaf ada apa ya pak..?"Bapak mertuaku memandangku sambil tersenyum, dan mulai bicara "Nak Wira..!!"dia menyebut namaku lalu berhenti sejenak sebelum kemudian meneruskan kata - katanya "ada beberapa hal yang mau bapak sama ibu bicarakan sama nak Wira juga Asih" " oh iya pak" sahutku sebagai isyarat aku sudah siap untuk menyimak apa yang mau di sampaikan mertuaku itu, mertuakupun meneruskan bicaranya "Ya mungkin ini agak mendadak tapi ini sudah jadi keputusan bapak sama ibu, minggu depan bapak sama ibu mau pulangkampung dan tinggal disana" aku terperanjat kaget begitu juga dengan isteriku "Tapi kenapa pak apa saya dan Asih berbuat kesalahan yang membuat bapak dan ibu tersinggung..?, kalo begitu kami minta maaf" itu kata - kata yang sepontan keluar dari mulutku, tapi bapak mertuaku segera menimpali kata - kataku dengan tenang dan sambil tersenyum seperti sebelumnya " Tidak, tidak,...ini bukan karena kalian, tapi ini semua emang sudah jadi keinginan kami sejak lama, untuk bisa tenang menghabiskan dan menikmati masa tua di kampung halaman sendiri, bahkan tadinya bapak dan ibu berencana untuk tinggal di kampung sejak kalian menikah, tapi waktu itu tidak bisa, rasanya ada yang mengganjal di hati kami, kami merasa sudah salahdengan cara kami mendidik Asih , kami terlalu memanjakan Asih, kami khawatir setelah Asih menikah dengan nak Wira Asih jadi isteri yang manja dan jadi beban buat nak Wira karena tidak bisa mengurus rumah tangga, jadi kami berusaha memperbaiki kesalahan kami meskipun sebenarnya sudah terlambat" mendengar kata - kata mertuaku itu, aku hanya diam tidak tahu harus mengatakan apa, semua sungguh diluar sangkaanku selama ini, kemudian Bapak mertuaku kembali bicara, kali ini kata - kata mertuaku bikin aku tambah bingung, malahan menutku bisa disebut ngawur, karena beliau memberiku pertanyaan aneh yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kami "Nak Wira,....kalian tahu kan rumahnya pak Didin yang di sebrang gang itu,,,!!?" tentu saja tahu pak karena setiap hari juga saya lewat situ stiap pulang dan berangkat kerja, Memangnya kenapa ya pak..?" jawabku dengan semua kebingunganku, "Rumah itu lumayan besar di depannya ada bekas toko anak pak Didin dulu, di belakang juga ada ruangan lumayan besar ga kepake, menurut pendapat bapak, rumah itu cocok untuk tempat tinggal kalian, asih bisa berhenti kerja dan membuka toko di bekas toko anak pak Didin itu, kalau jaga toko kan bisa sambil mengasuh Zilki" "Maksud bapa!!" aku memotong omongan mertuaku karena rasanya kebingunganku sudah sampai pada ujungnya, aku benar - benar tidak paham dengan apa yang di bicarakan mertuaku, mertuaku kembali bicara " iya minggu lalu bapak ngobrol -ngobrol sama Pak Didin katanya dia mau di bawa anaknya pindah ke Bandung jadi dia mau menjual rumahnya untuk dibelikan lagi rumah disana, nawarinnya tujuh puluh lima juta, tapi setelah bapak tawar - tawar akhirnya beliau setuju dengan harga enam puluh lima juta, harga yang cukup murah kan meskipun bangunannya sudah agak tua tapi kondisinya masih bagus dan kokoh" "tapi Pak,.." sebelum aku meneruskan kata - kataku, mertuaku kembali bicara seolah dia tidak peduli "Semuanya sudah beres kemarin bapak sudah melunasinya, tapi mungkin kalian baru bisa menempatinya sekitar sepuluh hari lagi setelah pak Didin pindah, dan uangnya, uang kalian yang setiap bulan kalian simpan pada Ibu, jadi rumah itu mutlak milik kalian dan hasil kerja keras kalian".aku dan istriku hanya bisa saling pandang, semuanya sangan tiba - tiba dah sungguh tidak sempat terbayangkan sebelumnya.


Rupanya kejutannya tidak hanya sampai disitu, sekarang giliran Ibu mertuaku yang bicara "nak wira kalau nanti kalian merasa usaha kalian sudah lumayan cukup untuk menutupi kebutuhan sehari - hari kalian, kalian bisa menggunakan ruang belakang yang kata bapak tidak terpakai itu untuk buka usaha konpeksi, kalian bisa mempekerjakan orang lain, Selama ini Asih kan sudah punya pengalaman jadi setidaknya sudah punya gambaran untuk mengelolanya, bapa dan ibu juga kemarin sudah membicarakan rencana kami pada kakakmu Cahya, ia senang dan berjanji akan membantu kalian dalam menjalankan usaha kalian" Aku dan isteriku benar - benar sudah kehabisan kata - kata menerima semua kejutan dari mertuaku itu, kami hanya bisa menarik napas panjang tidak tau harus mengatakan apa, ibu mertuaku kembali bicara "Kalian kan tahu slama ini meskipun tidak banyak , tapi kami masih punya sawah dan ladang di kampung yang di garap sodara Bapak, dan hasilnya kami kumpulkan karena untuk kebutuhan kami selama ini kan numpang sama kalian, jadi ibu pikir akan lebih bermanfaat jika sekarang  ibu kasih sama kalian untuk modal usaha kalian nanti" Ibu mertuaku mengakhiri kata - katanyadengan menyodorkan sesuatu yang terbungkus saputangan warna biru muda, "Ambilah itu Untuk kalian" kata Ibu mertuaku, mungkin karena kami berdua hanya menatap bungkusan di depan kami itu tanpa berani mengambilnya, dengan tanganku yang gemetar aku paksakan untuk mengambil bungkusan sapu tangan itu dan menaruhnya di pangkuan isteriku, " bukalah " kata bapak mertuaku ikut menimpali,,,isterikupun dengan tangannya yang gemetar membuka bungkusan saputangan biru muda itu dengan perlahan, jantungku seakan berhenti berdetak ketika bungkusan saputangan itu terbuka, ternyata isinya perhiasan emas berupa kalung, beberapa buah gelang dan beberapa buah cincin, yang bagi kami nilainya sangat tidak sedikit, taksiranku total berat semuanya, pasti tidak akan kurang dari Dua ratus gram.


*****


Mulutku seperti terkunci, tenggorokanku mendadak terasa kering, mungkin sama halnya yang di rasakan isteriku, kami tidak sanggup berucap meski hanya sekedar untuk mengucapkan kata terima kasih pada kedua mertuaku itu, yang tampak tersenyum puas di hadapan kami berdua, mungkin karena telah bisa berbuat sesuatu untuk anak kesayangan  mereka, isteriku langsung memeluk tubuh kedua orang tuanya itu, dan menumpahkan semua air matanya tak sudah tidak sanggup untuk dibendung lagi di pangkuan mereka, akupun meraih dan menciaum kedua tangan mertuaku itu bergantian, airmataku pun sama tidak mampu aku tahan, aku hanya bisa menunduk tidak berani memandang wajah kedua mertuaku, aku malu karena selama ini aku telah salah menilai mereka, slama ini aku pikir mereka tikak pernah dan tidak mau peduli dengan kehidupan rumah tangga kami.

Tapi sekarang aku mengerti dan yakin, bahwa setiap orang tua, psti sangat menyayangi dan mengharapkan kebahagiaan anak - anaknya, hanya saja mungkin dengan cara yang berbeda - beda.




Thursday, March 7, 2013

Cerpen : BIARKAN HATI MENJAWAB




Meski perlahan tapi pasti, sisa - sisa butiran air hujan itu, terjatuh dari ujung genting dan akhirnya menyentuh tanah, meskipun temponya sangat lambat, tapi suara percikannya terdengar nyaring dan seperti beraturan, seolah mencoba memecah keheningan sang malam secara perlahan. Sedangkan di dalam ruangan rasa, terasa sangat gerah, sepertinya kegelisahan telah membuat udara dingin di luar sana tidak mampu menembus dinding sepi.

Setelah untuk beberapa saat sama - sama tenggelam dalam kebisuan, Fikiran kembali berbicara, kali ini kata -katanya terdengar lebih pedas dan lebih berani dari sebelumnya "Sudah lupakan saja keyakinan bodohmu itu, dan ikutilah jalanku" sesaat ia memalingkan pandangannya kearah Telinga, seolah ia minta bantuan untuk meyakinkan Hati, sebelum kmudian mengarahkan kembali tatapan tajam dan senyuman sinisnya kepada Hati, yang dari tadi hanya tertunduk tepat di depannya, seolah tidak mau peduli dengan semua kata -kata dan ejekannya.

                                      *****

Rupanya Telinga mengerti dengan apa yang di isyaratkan Fikiran kepadanya, untuk ikut membantu meyakinkan Hati, ia pun ikut bicara "Ya, benar,......Aku sudah sangat sering mendengar tentang semua itu, sebaiknya kau mempercayainya, supaya kau tidak menyesal nanti"

Terlihat, Hati mengangkat wajahnya perlahan, tapi tetap tidak keluar sepatah katapun dari mulutnya, ia hanya menoleh ke salah satu sudut remang ruangan rasa, pandangannya di arahkan Pada Mata, yang terlihat mulai tampak kelelahan menanti sahabat sejatinya yaitu sang Kantuk yang sudah sangat terlambat atau mungkin kali ini tidak akan datang untuk menjemputnya ke Alam lelap

Mata pun bangkit dari duduknya dan pelahan mendekat ke arah mereka, setelah berdiri diantara mereka terdengar ia bicara pada mereka "Maaf,, aku tidak bisa memberi pendapat apa - apa, karena aku memang tidak pernah melihat langsung apa yang kalian bicarakan"

Fikiran, tidak menyerah begitu saja, ia tetap bersikukuh untuk meyakinkan Hati, kemudian ia kembali berkata pada Hati "baiklah,,,,sampai saat ini mungkin Mata memang belum bisa melihat buktinya, tapi jika saatnya nanti Mata bisa melihat buktinya dan ternyata apa yang di dengar Telinga itu benar adanya,..." Ia tidak segera meneruskan kata - katanya, tapi justru menancapkan tatapannya lebih dalam lagi, seolah ingin lebih meyakinkan Hati. sebelum kemudian meneruskan kata - katanya "Maka sudah tidak dapat dielakan lagi, Rasa sakit dan penyesalan yang akan kau rasakan" "Dan kau" ia menoleh ke arah Mata, "saat semua itu terjadi, kau harus sekuat tenaga untuk bisa menahan air mata, dan bersusah payah untuk tidak sampai menangis karena kau tidak mau dibilang cengeng, apalagi di sebut pecundang"

Mata hanya terdiam dan menghela nafas panjang, dia tidak bisa menjawab karena dia memang tidak tahu harus menjawab apa.

Mungkin karena merasa semua kata - katanya tidak mempan lagi pada hati, sekarang kata - kata Fikiran nadanya mulai melemah bahkan setengah membujuk "menurutku sebaiknya sekarang jangan kau berikan lagi semua rasa sayang dan pedulimu itu padanya, hanya akan sia - sia saja semua pengorbananmu itu, karena sekarang dia sudah memilih hati lain yang menurutnya lebih baik darimu, menurutnya semua yg kau berikan padanya sekarang sudah tidak berharga lagi, jangan sampai suatu saat nanti kau menyesali semuanya. Bukankah lebih baik jika kau berikan semua itu pada hati lain yang lebih pantas menerimanya"

                                         *****

Setelah dari tadi diam dan hanya mendengarkan akhirnya Hati pun berbicara "baiklah,..." ia kembali diam untuk sesaat, pandangannya di bagikan secara bergantian kepada ketiga sahabat dihadapannya itu. seolah merupakan sebuah permohonan, agar ketiga sahabatnya itu mau berusaha untuk mengerti.
"Aku paham dengan semua maksud baik kalian, dan aku sangat berterima kasih" tanpa menunggu komentar dari mereka , Hati pun kembali meneruskan kata - katanya "kalian tidak usah terlalu khawatir dengan yang mungkin saja terjadi padaku, karena aku sudah paham dan siap dengan semua resikonya. Kita memang di takdirkan disatukan dalam satu raga yang sama, tapi kita memiliki cara berbeda untuk sampai pada kebahagiaan yang menjadi tujuan bersama kita selama ini" "Jika kau" Hati menunjuk pada Fikiran, kemudian berkata "mempertimbangkan semuanya berdasarkan segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi dan menilai semuanya berdasarkan apa yang dilihat Mata dan apa yang didengar Telinga, Sedangkan aku sebaliknya." Ia berhenti sejenak, kemudian berkata lagi "Bukankah kalian tahu, selama ini Tuhan telah mengirimkan Ketulusan untuk menemaniku setiap saat,maka jika yang kalian takutkan itu benar - benar terjadi, maka ketulusan akan berubah jadi Keikhlasan yang akan mengobati rasa sakitku itu.
Sekarang kita lihat saja, ke arah mana. Kehidupan akan membawa kita dengan jalan takdir yang telah tuhan tetapkan"

                                         *****.

Sebelum Hati kembali tenggelam dalam diamnya, terlihat sebuah senyuman dilontarkan kepada ketiga sahabat di depannya itu, seolah tidak ada beban dari rasa takut atau ke khawatiran sedikitpun.

 Sementara ketiga sahabatnya itupun, seperti ikut terhanyut dalam kebisuan, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir - bibir mereka,entah karena mereka mengerti dengan kata - kata Hati, atau mungkin karena menyerah dan tidak sanggup lagi untuk meyakinkan sahabatnya itu.

Sang malam sudah benar - benar sampai pada penghujungnya,dan ruang rasa pun kembali di selimuti keheningan.