Thursday, March 7, 2013

Cerpen : BIARKAN HATI MENJAWAB




Meski perlahan tapi pasti, sisa - sisa butiran air hujan itu, terjatuh dari ujung genting dan akhirnya menyentuh tanah, meskipun temponya sangat lambat, tapi suara percikannya terdengar nyaring dan seperti beraturan, seolah mencoba memecah keheningan sang malam secara perlahan. Sedangkan di dalam ruangan rasa, terasa sangat gerah, sepertinya kegelisahan telah membuat udara dingin di luar sana tidak mampu menembus dinding sepi.

Setelah untuk beberapa saat sama - sama tenggelam dalam kebisuan, Fikiran kembali berbicara, kali ini kata -katanya terdengar lebih pedas dan lebih berani dari sebelumnya "Sudah lupakan saja keyakinan bodohmu itu, dan ikutilah jalanku" sesaat ia memalingkan pandangannya kearah Telinga, seolah ia minta bantuan untuk meyakinkan Hati, sebelum kmudian mengarahkan kembali tatapan tajam dan senyuman sinisnya kepada Hati, yang dari tadi hanya tertunduk tepat di depannya, seolah tidak mau peduli dengan semua kata -kata dan ejekannya.

                                      *****

Rupanya Telinga mengerti dengan apa yang di isyaratkan Fikiran kepadanya, untuk ikut membantu meyakinkan Hati, ia pun ikut bicara "Ya, benar,......Aku sudah sangat sering mendengar tentang semua itu, sebaiknya kau mempercayainya, supaya kau tidak menyesal nanti"

Terlihat, Hati mengangkat wajahnya perlahan, tapi tetap tidak keluar sepatah katapun dari mulutnya, ia hanya menoleh ke salah satu sudut remang ruangan rasa, pandangannya di arahkan Pada Mata, yang terlihat mulai tampak kelelahan menanti sahabat sejatinya yaitu sang Kantuk yang sudah sangat terlambat atau mungkin kali ini tidak akan datang untuk menjemputnya ke Alam lelap

Mata pun bangkit dari duduknya dan pelahan mendekat ke arah mereka, setelah berdiri diantara mereka terdengar ia bicara pada mereka "Maaf,, aku tidak bisa memberi pendapat apa - apa, karena aku memang tidak pernah melihat langsung apa yang kalian bicarakan"

Fikiran, tidak menyerah begitu saja, ia tetap bersikukuh untuk meyakinkan Hati, kemudian ia kembali berkata pada Hati "baiklah,,,,sampai saat ini mungkin Mata memang belum bisa melihat buktinya, tapi jika saatnya nanti Mata bisa melihat buktinya dan ternyata apa yang di dengar Telinga itu benar adanya,..." Ia tidak segera meneruskan kata - katanya, tapi justru menancapkan tatapannya lebih dalam lagi, seolah ingin lebih meyakinkan Hati. sebelum kemudian meneruskan kata - katanya "Maka sudah tidak dapat dielakan lagi, Rasa sakit dan penyesalan yang akan kau rasakan" "Dan kau" ia menoleh ke arah Mata, "saat semua itu terjadi, kau harus sekuat tenaga untuk bisa menahan air mata, dan bersusah payah untuk tidak sampai menangis karena kau tidak mau dibilang cengeng, apalagi di sebut pecundang"

Mata hanya terdiam dan menghela nafas panjang, dia tidak bisa menjawab karena dia memang tidak tahu harus menjawab apa.

Mungkin karena merasa semua kata - katanya tidak mempan lagi pada hati, sekarang kata - kata Fikiran nadanya mulai melemah bahkan setengah membujuk "menurutku sebaiknya sekarang jangan kau berikan lagi semua rasa sayang dan pedulimu itu padanya, hanya akan sia - sia saja semua pengorbananmu itu, karena sekarang dia sudah memilih hati lain yang menurutnya lebih baik darimu, menurutnya semua yg kau berikan padanya sekarang sudah tidak berharga lagi, jangan sampai suatu saat nanti kau menyesali semuanya. Bukankah lebih baik jika kau berikan semua itu pada hati lain yang lebih pantas menerimanya"

                                         *****

Setelah dari tadi diam dan hanya mendengarkan akhirnya Hati pun berbicara "baiklah,..." ia kembali diam untuk sesaat, pandangannya di bagikan secara bergantian kepada ketiga sahabat dihadapannya itu. seolah merupakan sebuah permohonan, agar ketiga sahabatnya itu mau berusaha untuk mengerti.
"Aku paham dengan semua maksud baik kalian, dan aku sangat berterima kasih" tanpa menunggu komentar dari mereka , Hati pun kembali meneruskan kata - katanya "kalian tidak usah terlalu khawatir dengan yang mungkin saja terjadi padaku, karena aku sudah paham dan siap dengan semua resikonya. Kita memang di takdirkan disatukan dalam satu raga yang sama, tapi kita memiliki cara berbeda untuk sampai pada kebahagiaan yang menjadi tujuan bersama kita selama ini" "Jika kau" Hati menunjuk pada Fikiran, kemudian berkata "mempertimbangkan semuanya berdasarkan segala kemungkinan yang mungkin bisa terjadi dan menilai semuanya berdasarkan apa yang dilihat Mata dan apa yang didengar Telinga, Sedangkan aku sebaliknya." Ia berhenti sejenak, kemudian berkata lagi "Bukankah kalian tahu, selama ini Tuhan telah mengirimkan Ketulusan untuk menemaniku setiap saat,maka jika yang kalian takutkan itu benar - benar terjadi, maka ketulusan akan berubah jadi Keikhlasan yang akan mengobati rasa sakitku itu.
Sekarang kita lihat saja, ke arah mana. Kehidupan akan membawa kita dengan jalan takdir yang telah tuhan tetapkan"

                                         *****.

Sebelum Hati kembali tenggelam dalam diamnya, terlihat sebuah senyuman dilontarkan kepada ketiga sahabat di depannya itu, seolah tidak ada beban dari rasa takut atau ke khawatiran sedikitpun.

 Sementara ketiga sahabatnya itupun, seperti ikut terhanyut dalam kebisuan, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir - bibir mereka,entah karena mereka mengerti dengan kata - kata Hati, atau mungkin karena menyerah dan tidak sanggup lagi untuk meyakinkan sahabatnya itu.

Sang malam sudah benar - benar sampai pada penghujungnya,dan ruang rasa pun kembali di selimuti keheningan.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      










Friday, March 1, 2013

Nganjang ka Alam jaga

Tarahal jalan anu keur disorang
Nganteurkeun sawangan, nganjang ka Alam jaga
Nyurup kurung,  nyanding kuring
Nepungan lelembutan, anu ngalungsar dina implengan

Hawar - hawar, kedéngé sora anjeun tipatengahan
Nitah Si.cikal ngabalikan deui baca an na,
Pédah aya kalimah anu salah
Singhoréng henteu gaplah,
Salila ieu anjeun ngawarah
Timimiti  alif - alifan tug nepi ka ngéjah

Si.bungsu, katinggali ngagebra tibra dina lahunan
Meureun harééngna geus mimiti rerep
Sanggeus rungsing méh sapeupeuting
Maksa anjeun ngabungbang maturan kahariwang

Teuing timana datangna,
Salaksa rasa, dadak sakala ngagalura jeroeun dada
Aya sugema jeng tumarima. Aya éra jeung rumasa
Rumasa tacan biasa pangmukakeun lawang bagja.